kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dijuluki Bapak Tionghoa Indonesia, Gus Dur: Saya ini China tulen, sebenarnya...


Senin, 20 Januari 2020 / 11:14 WIB
Dijuluki Bapak Tionghoa Indonesia, Gus Dur: Saya ini China tulen, sebenarnya...
ILUSTRASI. Yenny Wahid di depan lukisan sosok ayahnya, Gus Dur. TRIBUNNEWS/Jeprima


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perayaan Tahun Baru China atau Imlek tidak bisa dilepaskan dari sosok Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid. Pria yang akrab disapa Gus Dur memiliki andil cukup besar hingga akhirnya etnis Tionghoa di Indonesia dapat merayakan Imlek secara bebas. Catatan pemberitaan, sebagai soerang orang ulama nyentrik, Gus Dur memiliki pemiliki pemikiran pemikiran pluralis. Gus Dur termasuk sosok yang tidak suka diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.

Dia juga orang pertama yang menyelesaikan masalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur menyudahi satu permasalah diskriminasi pada etnis Tionghoa hingga akhirnya mereka bisa merayakan Imlek secara bebas dan terbuka. 

Keppres tersebut mematahkan aturan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Baca Juga: Pedagang pernak-pernik di Glodok raup omzet Rp 5 juta per hari jelang Imlek

Di dalam peraturan lama, kelompok Tionghoa di Indonesia tidak diperkenankan melakukan tradisi atau kegiatan peribadatan secara mencolok dan hanya diperbolehkan di lingkungan keluarga. Alasannya, saat itu Presiden Soeharto menganggap aktivitas warga Tionghoa menghambat proses asimilasi dengan penduduk pribumi. 

Kala itu, etnis Tionghoa juga diminta untuk mengganti identitas menjadi nama Indonesia. Ketika resmi menjabat sebagai Presiden, Gus Dur banyak tidak sependapat dengan pemikiran Soeharto. Menurut dia, etnis Tionghoa merupakan bagian dari bangsa Indonesia karena itu harus mendapatkan hak-hak yang setara. Termasuk dalam menjalankan ibadah keagamaan. 

Gus Dur juga sempat menganggap Muslim Tionghoa boleh merayakan Tahun Baru Imlek sehingga tidak dianggap sebagai tindakan musyrik. Bagi dia, perayaan ini adalah bagian dari tradisi budaya, bukan agama. Dia kemudian menjadikan hari raya Imlek sebagai hari libur fluktuatif. Artinya hanya yang merayakan yang diperbolehkan libur. 

Baca Juga: Menyambut Imlek 2020, Senayan City pasang instalasi Brown and Friends raksasa

Baru pada 2003, tepatnya pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan hari libur nasional. 

Keturunan Tionghoa 

Selain pemikirannya, Gus Dur juga sempat membuat geger khalayak. Sebab dia mengaku sebagai keturunan Tionghoa.

"Saya ini China tulen sebenarnya, tetapi ya sudah nyampurlah dengan Arab, India," ungkap Gus Dur, seperti diberitakan Kompas.com pada 30 Januari 2008 silam. 

Ucapan Gus Dur itu memang bukan yang pertama kalinya. Tetapi kala itu memang cukup membuat terperangah. Berdasarkan cerita Gus Dur, dia merupakan keturunan dari Putri Cempa yang menjadi selir dengan raja di Indonesia.

Baca Juga: Rayakan Imlek, Hotel Mulia Senayan gelar tema Perfect Way to Welcome the Year of Rat

Dari situ, Putri Cempa memiliki dua anak, yakni Tan Eng Hwan dan Tan A Hok. Tan Eng Hwan kelak dikenal sebagai Raden Patah, sementara Tan A Hok adalah seorang mantan jenderal yang sempat menjadi duta besar di China. 

Dari garis Raden Patah itulah kemudian Gus Dur mengaku mendapatkan keturunan Tionghoa-nya. Pengakuan Gus Dur itu juga dikuatkan oleh tokoh NU lainnya, Said Aqil Siradj, pada tahun 1998 seperti yang ditulis dalam buku Gus Dur Bapak Tionghoa Indonesia. 

Said Aqil bercerita, Tan Kim Han memiliki anak bernama Raden Rachmat Sunan Ampel. Salah satu keturunannya adalah KH Hasyim As'ari yang selanjutnya memiliki anak bernama KH Wahid Hasyim. Wahid Hasyim pun memiliki anak bernama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. 

Baca Juga: New Balance rilis edisi Imlek 2020

"Jadi, Gus Dur itu Tionghoa, maka matanya sipit," ujar Said sambil tersenyum. "Dengan demikian, tidak ada istilah pro dan nonpro serta Muslim dan non-Muslim," ungkap Said Aqil waktu itu. 

Bapak Tionghoa Indonesia 

Tidak hanya keturunan Tionghoa, Gus Dur juga mendapat gelar 'Bapak Tionghoa Indonesia' pada 10 Maret 2004 silam dari kelenteng Tay Kek Sie. Gelar itu bukan didasarkan pada keturunan Tionghoa yang diklaim Gus Dur, melaikan gelar didapat karena kebijakan dan pemikiran-pemikirannya yang plural. 

Baca Juga: Jelang Imlek, Lion Parcel gelar promo SHOK!

Saat penobatan, dia hadir dengan menggunakan baju cheongsam, meski harus duduk di kursi roda. Selepas kepergian Gus Dur pada 30 Desember 2009, makam ulama NU ini masih didatangi warga Tionhoa yang ingin berdoa. Bahkan foto mendiang Gus Dur masih terpampang sejumlah kelenteng untuk mengingat jasa-jasanya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenang Gus Dur...Ulama yang Mengaku Berdarah Tionghoa"
Penulis : Sania Mashabi
Editor : Fabian Januarius Kuwado

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×