kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dijuluki Bapak Tionghoa Indonesia, Gus Dur: Saya ini China tulen, sebenarnya...


Senin, 20 Januari 2020 / 11:14 WIB
Dijuluki Bapak Tionghoa Indonesia, Gus Dur: Saya ini China tulen, sebenarnya...
ILUSTRASI. Yenny Wahid di depan lukisan sosok ayahnya, Gus Dur. TRIBUNNEWS/Jeprima


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perayaan Tahun Baru China atau Imlek tidak bisa dilepaskan dari sosok Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid. Pria yang akrab disapa Gus Dur memiliki andil cukup besar hingga akhirnya etnis Tionghoa di Indonesia dapat merayakan Imlek secara bebas. Catatan pemberitaan, sebagai soerang orang ulama nyentrik, Gus Dur memiliki pemiliki pemikiran pemikiran pluralis. Gus Dur termasuk sosok yang tidak suka diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.

Dia juga orang pertama yang menyelesaikan masalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur menyudahi satu permasalah diskriminasi pada etnis Tionghoa hingga akhirnya mereka bisa merayakan Imlek secara bebas dan terbuka. 

Keppres tersebut mematahkan aturan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Baca Juga: Pedagang pernak-pernik di Glodok raup omzet Rp 5 juta per hari jelang Imlek

Di dalam peraturan lama, kelompok Tionghoa di Indonesia tidak diperkenankan melakukan tradisi atau kegiatan peribadatan secara mencolok dan hanya diperbolehkan di lingkungan keluarga. Alasannya, saat itu Presiden Soeharto menganggap aktivitas warga Tionghoa menghambat proses asimilasi dengan penduduk pribumi. 

Kala itu, etnis Tionghoa juga diminta untuk mengganti identitas menjadi nama Indonesia. Ketika resmi menjabat sebagai Presiden, Gus Dur banyak tidak sependapat dengan pemikiran Soeharto. Menurut dia, etnis Tionghoa merupakan bagian dari bangsa Indonesia karena itu harus mendapatkan hak-hak yang setara. Termasuk dalam menjalankan ibadah keagamaan. 

Gus Dur juga sempat menganggap Muslim Tionghoa boleh merayakan Tahun Baru Imlek sehingga tidak dianggap sebagai tindakan musyrik. Bagi dia, perayaan ini adalah bagian dari tradisi budaya, bukan agama. Dia kemudian menjadikan hari raya Imlek sebagai hari libur fluktuatif. Artinya hanya yang merayakan yang diperbolehkan libur. 

Baca Juga: Menyambut Imlek 2020, Senayan City pasang instalasi Brown and Friends raksasa

Baru pada 2003, tepatnya pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan hari libur nasional. 

Keturunan Tionghoa 

Selain pemikirannya, Gus Dur juga sempat membuat geger khalayak. Sebab dia mengaku sebagai keturunan Tionghoa.

"Saya ini China tulen sebenarnya, tetapi ya sudah nyampurlah dengan Arab, India," ungkap Gus Dur, seperti diberitakan Kompas.com pada 30 Januari 2008 silam. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×