Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terdakwa kasus Jiwasraya, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat membantah tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai kepemilikan uang senilai Rp 10 triliun.
"Padahal seluruh harta yang saya miliki sejak awal bekerja sampai saat inipun tidak mencapai Rp 10 triliun, di mana zaman yang sudah maju dan terbuka ini, dapat ditelusuri apakah saya memiliki harta sampai sebesar Rp 10 triliun," kata Heru, Kamis (22/10).
Heru mempertanyakan, bagaimana ia bisa memperoleh uang triliunan tersebut. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut, hitungan kerugian negara berasal dari selisih dana yang dikeluarkan Jiwasraya untuk investasi saham dan reksadana per 31 Desember 2019.
"Saya sering mendengar bahwa bicara hukum itu adalah bicara bukti. Dalam persidangan ini juga saya mendapatkan nasihat dan pembelajaran dari Yang Mulia Majelis Hakim bahwa hukum adalah logika, di mana segala sesuatunya harus berdasarkan dan dapat diterima akal sehat," ungkapnya.
Baca Juga: Pledoi, Benny Tjokro akan buka-bukaan soal kerugian negara di kasus Jiwasraya
Dari situ, ia merasa dituduh memiliki uang Rp 10 triliun. Maka itu, ia menyatakan, jaksa harus ada bukti yang menunjukkan bahwa aliran dana tersebut mengalir kepada dirinya.
Bahkan sepanjang persidangan, para saksi baik dari manajemen Jiwasraya, Manajer Investasi (MI) maupun broker, tidak ada yang mengatakan pihaknya pernah menerima uang tersebut.
Menurutnya, ahli dari BPK hanya menghitung uang yang keluarkan Jiwasraya kepada manajer investasi yang digunakan untuk membeli saham, tapi tidak pernah menyatakan adanya uang dari Jiwasraya yang mengalir kepadanya.
"Kalau memang saya yang dituduhkan menikmati uang Jiwasraya tersebut, kenapa ada sebuah perusahaan manajer investasi terkenal dalam perkara ini yang telah mengembalikan atau menitipkan uang ke Kejaksaan," jelasnya.
Ia berkali-kali ditunjukkan slide yang berisi detil transfer uang dari orang-orang yang diduga sebagai nominee-nya. Padahal, kata dia, dalam sidang terungkap bahwa nominee itu adalah Piter Rasiman.
"Lalu ada email yang katanya dari saya kepada Benny Tjokro, yang isinya meminta agar ditransfer uang ratusan miliar ke beberapa rekening atas nama orang lain," lanjutnya.
Anehnya, email itu dianggap sebagai bukti bahwa dirinya pernah menerima uang tersebut. Padahal selama persidangan, tidak ada saksi termasuk dirinya dan Benny Tjokro yang membenarkan email tersebut bahkan tidak ada respon dan jawaban atas email tersebut.
Selain itu, tidak sekalipun ditunjukkan adanya bukti transfer atas email tersebut dalam persidangan ini.
Pihaknya menjadi bingung, karena selain email itu tidak pernah ada bukti yang menunjukkan transfer uang ratusan miliar.
"Lalu dalam tuntutan email tersebut dijadikan bukti bahwa Saya menerima uang ratusan miliar dari Benny. Bukankah jika orang dituduh menerima transfer dapat dan harus dibuktikan dengan slip transfer atau rekening korannya? Sekali lagi mohon Yang Mulia memaafkan keawaman saya ini," terangnya.
Bahwa dalam tuntutan, pihaknya disebut telah memberi uang atau memperkaya pihak-pihak lain, namun orang - orang tersebut membantahnya karena tidak ada bukti pemberian yang mereka terima.
Baca Juga: Satgas Restrukturisasi: Jiwasraya tingkatkan kualitas tata kelola
"Lagi-lagi saya teringat pedomannya, bicara hukum itu bicara bukti. Jika tidak ada buktinya berarti tidak terbukti," tegasnya.
Ia juga membantah bahwa telah mengendalikan dan mengatur 13 MI dalam investasi Jiwasraya melalui Joko Hartono Tirto. Dalam persidangan, Joko juga tidak tahu mengenai urusan Jiwasraya.
"Bahkan tidak satupun Manajer Investasi yang dihadirkan dalam persidangan ini menyatakan pernah berhubungan dan berkomunikasi dengan saya. Lalu bagaimana cara saya mengatur dan mengendalikannya," tutupnya.
Selanjutnya: Perlawanan Benny Tjokro, Terdakwa Kasus Korupsi Asuransi Jiwasraya dari Balik Jeruji
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News