kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.880.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.260   50,00   0,31%
  • IDX 6.928   30,28   0,44%
  • KOMPAS100 1.008   6,44   0,64%
  • LQ45 773   2,07   0,27%
  • ISSI 227   2,98   1,33%
  • IDX30 399   1,47   0,37%
  • IDXHIDIV20 462   0,59   0,13%
  • IDX80 113   0,62   0,55%
  • IDXV30 114   1,38   1,22%
  • IDXQ30 129   0,27   0,21%

Diadili MKD, ketua DPR tolak bukti rekaman


Senin, 07 Desember 2015 / 18:20 WIB
Diadili MKD, ketua DPR tolak bukti rekaman


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto mempersoalkan rekaman percakapan yang dibuat Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Menurut Setya, rekaman itu bertentang dengan hukum.

Maka dari itu, Setya menilai rekaman itu tidak layak dijadikan alat bukti dalam persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

"Rekaman yang dimiliki oleh Saudara Maroef Sjamsoeddin diperoleh secara melawan hukum, tanpa hak, tanpa ijin serta bertentangan dengan undang-undang. Karena itu, tidak boleh digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan etik yang mulia ini, sebab alat bukti perekaman tersebut adalah ilegal," ujar Setya dalam nota pembelaan yang beredar di kalangan wartawan di Kompleks Parlemen, Senin (7/12/2015).

Setya hari ini memberikan kesaksiannya sebagai teradu dalam sidang MKD yang dilakukan tertutup.

Namun, di sela sidang yang terjadi, Kompas.com mendapatkan bocoran naskah pembelaan yang dibacakan Setya di dalam sidang itu.

Note pembelaan nitu terdiri dari 12 halaman.

Salah seorang anggota MKD yang menolak diungkap namanya, membenarkan nota pembelaan itu.

Di dalam pembelaannya itu, Setya menyebut bahwa dasar aduan dari Menteri ESDM Sudirman Said adalah rekaman ilegal.

Sehingga, dia pun keberatan rekaman itu jadi alat bukti.

"Bahwa seperti kita ketahui, sekalipun Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Intelijen Negara, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, bilamana hendak melakukan perekaman atau penyadpan tetap harus dilakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku," kata Setya.

Dia pun menganggap Maroef sebagai seorang pegawai swasta perusahaan asing di Indonesia, yang tak memiliki wewenang seperti penegak hukum untuk merekam atau menyadap pembicaraan.

"Bahwa Saudara Maroef Sjamsoeddin adalah pegawai swasta perusahaan asing di Indonesia (PT Freeport Inondeisa), bukan penegak hukum yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk merekam/menyadap pembicaraan pejabat negara atau warga negara Indonesia atau siapa pun di bumi Indonesia," papar Setya.

(Ihsanuddin, Dani Prabowo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×