Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sahat Hasudungan, seorang eks karyawan yang bekerja sebagai senior flight attendant menggugat Direktur Utama PT Indonesia AirAsia Dharmadi di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Serang, Banten. Gugatan tersebut didaftarkan pada 19 Mei 2014 dengan nomor perkara 28/PHI.G/2014/PN.SRG.
Kasus ini bermula ketika Sahat mendapat penempatan di Denpasar, Bali sejak 10 Januari 2013 dengan gaji pokok Rp 4 juta. Kemudian dia juga mendapat tugas tambahan sebagai MC dan menyanyi dengan lagu ciptaan sendiri. Nah pada 24 November 2012, ia melaksanakan tugas dari Bandara Perth menuju Denpasar Bali dengan nomor penerbangan QZ 8411.
Sesampai di Bali, penumpang turun dan ia membersihkan kabin. Pada saat itulah, ia menemukan dompet berwarna hitam milik salah seorang penumpang. Karena masih bekerja, ia menyimpan dompet itu di sakunya. Namun sayangnya, Sahat mengaku lupa menyerahkan dan melaporkan temuan dompet itu kepada pimpinan awak kabin. Sampai akhirnya diketahui dialah yang menyimpan dompet itu. "Saat dompet itu dikembalikan, tidak ada satupun isinya yang hilang. Saya juga tidak ada niat buruk untuk mengambilnya," ujar Sahat kepada KONTAN, Selasa (2/9).
Namun, pihak AirAsia, lanjut Sahat, secara mendadak menghapus jadwal terbangnya. Dan pada 27 November 2012, AirAsia memanggil Sahat untuk klarifikasi. Namun dalam klarifikasi dan investigasi tersebut, Sahat mengklaim, pihak AirAsia tidak menemukan bahwa ia telah melakukan pelanggaran.
Namun pada 29 April 2013, Managemen AirAsia menjatuhkan skorsing disertai dengan penghentian gaji. Pada tanggal 3, 16 dan 24 Mei 2013, dilakukan perundingan dengan pihak AirAsia. Tapi perundingan itu tidak membuahkan kesepakatan. Lantaran itu, Sahat mengajukan mediasi kepada Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang. Namun bukannya merespon positif, justru AirAsia menutup informasi sebenarnya soal posisi dan kedudukan Sahat.
Tindakan AirAsia itu menurut Sahat merupakan pelanggaran hukum terhadap Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Proses mediasi tersebut akhirnya tidak sesuai dengan hukum perdata.
Atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut, Sahat mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp 435,6 juta. Sahat meminta majelis hakim PHI Serang menghukum AirAsia membayar kerugiannya tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum Dharmadi, Emil Syam dalam berkas jawabannya yang diperoleh KONTAN mengatakan, PHI Serang tidak berwenang mengadili perkara tersebut karena tidak meliputi wilayah hukum tempat perusahaan berada. "Penggugat dikenai sanksi PHK karena melanggar peraturan yang berlaku," tegasnya.
Emil bilang, saat, Sahat menemukan dompet tersebut tidak langsung melapor ke pimpinan awak kabin. Sementara alasan Sahat yang lupa menyerahkan dompet itu dinilai mengada-ngada. Justru Sahat dituding tidak memiliki itikad baik dan kesadaran untuk melapor soal dompet yang ditemukannya.
Sengketa ini sudah memasuki agenda putusan pada hari ini, Selasa (2/9). Namun sampai berita ini ditulis, Sahat mengatakan masih menunggu kedatangan majelis hakim persidangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News