Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
Tidak terdeksinya jumlah kasus Covid-19 ini tak terlepas dari pengujian yang lemah. Hasil studi seroprevalensi di negara lain, termasuk India, juga mengungkapkan infeksi yang jauh lebih banyak daripada data pemerintah.
"Sistem surveilans resmi kami tidak dapat mendeteksi kasus COVID-19. Ini lemah," kata peneliti utama studi Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, yang mengomentari studi itu tetapi tidak berwenang mengkonfirmasi angka tersebut.
"Pelacakan kontak dan pengujian di Indonesia sangat buruk dan menjelaskan mengapa begitu sedikit kasus yang terdeteksi," sambungnya.
Rekan penulis studi Pandu tersebut mengatakan bahwa meskipun studi tersebut menunjukkan penyebaran virus yang lebih luas, Indonesia tampaknya masih jauh dari mencapai kekebalan kelompok - menjadikannya prioritas untuk mempercepat vaksinasi.
Baca Juga: Per Kamis (3/6): Jumlah kasus Corona RI tembus 1.837.126, terus pakai masker
Hanya 6% dari 181 juta penduduk Indonesia yang ditargetkan telah divaksinasi lengkap dengan dua dosis sejauh ini, sementara 9,4% telah mendapatkan satu suntikan, menurut data pemerintah.
Hasil awal dari studi seroprevalensi terpisah di Bali, yang dilakukan oleh Universitas Udayana, menemukan 17% dari mereka yang diuji pada bulan September dan November tampaknya telah terinfeksi, kata peneliti utama Anak Agung Sagung Sawitri kepada Reuters.
Itu 53 kali lebih tinggi dari tingkat infeksi berdasarkan kasus yang tercatat secara resmi pada saat di pulau wisata itu, yang berencana dibuka kembali untuk pengunjung internasional bulan depan.
Pembukaan kembali ini ditentang oleh beberapa pakar kesehatan masyarakat, termasuk akademisi dan dokter Ady Wirawan. “Testing, tracing, isolasi dan karantina sangat-sangat lemah di Bali,” ujarnya.
Selanjutnya: Tetap waspada corona! Ingat lagi gejala Covid-19 menurut WHO
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News