Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dewan negara-negara penghasil kelapa sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) akan mengirim perwakilan utusan misi gabungan (joint mission) ke Parlemen Eropa Mei 2017 nanti. Tujuannya, untuk menyampaikan keberatan atas resolusi sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit oleh Parlemen Uni Eropa.
Sebab, resolusi tersebut dinilai menjadi sentimen negatif bagi negara penghasil sawit terbesar seperti Indonesia dan Malaysia. Hal itu juga dianggap kontradiktif terhadap upaya kuat negara penghasil sawit untuk mengelola sumber daya berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, saat ini, produk kelapa sawit sangat kompetitif di tingkat dunia. Namun, sektor industri sawit menghadapi banyak saingan dan tantangan yang dilancarkan pihak-pihak tertentu.
Hal itu terindikasi dari banyaknya kampanye negatif di sektor sawit terkait lingkungan hidup dan kesehatan. Hal itu dijadikan sebagai alat diskriminasi dan pembatasan terselubung di dalam perdagangan.
"Jadi CPOPC akan mengirim joint mission ke Uni Eropa, mungkin juga akan mengajak beberapa anggota parlemen karena yang aktif mengambil langkah ke sana adalah parlemen," kata Darmin usai pertemuan Tingkat Menteri Kempat CPOPC di kantornya, Selasa (11/4).
Darmin mengatakan, joint mission juga akan mengumpulkan hasil riset untuk mendukung pandangan dari negara penghasil sawit. Harapannya, para negara penghasil sawit bisa diperlakukan tanpa diskriminasi.
Menurut Darmin, penggunaan lahan untuk kelapa sawit sebenarnya masih tergolong rendah lantaran produktivitasnya yang sangat tinggi. Bahkan, minyak kelapa sawit semakin kuat bersaing dengan minyak nabati lainnya.
Ia menggambarkan, dari 227 juta hektare (ha) lahan di seluruh dunia yang digunakan untuk menanam tanaman penghasil minyak nabati, paling besar yaitu 44% diantaranya ditanami kedelai, 13% canola, 9% bunga matahari, dan 6% sawit.
"Kalau kelapa sawit dikampanyekan secara besar-besaran secara negatif, itu pertanyaannya. Kalau ditanami soybean, bunga matahari, dan lain-lain itu pasti lebih butuh lahan yang lebih banyak, walau mungkin bukan lahan di Asia Tenggara," tambah dia.
Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Seri Mah Siew Keong mengatakan, joint mission tersebut dikirimkan untuk menghadapi serangan-serangan pada sektor industri sawit. Pihaknya bersama dengan negara penghasil minyak lain, selain Indonesia, seperti Thailand, Kolombia, Papua Nugini juga akan menyampaikan hasil pada pemasaran produk-produk olahan sawit.
Bagi Malaysia sendiri, lanjut Datuk Seri Mah, minyak sawit merupakan komoditas yang penting dan menjadi ekspor komoditas yang terbesar. "Kami memiliki begitu banyak petani yang menggantungkan hidupnya di minyak sawit. Di Malaysia ada sekitar 600.000 petani kecil yang menghidupi keluarganya di sektor minyak sawit. Makanya kami harus menghadapi berbagai diskriminasi ini," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News