kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.044   -21,60   -0,31%
  • KOMPAS100 1.052   -3,92   -0,37%
  • LQ45 826   -4,66   -0,56%
  • ISSI 214   -0,49   -0,23%
  • IDX30 423   -1,56   -0,37%
  • IDXHIDIV20 513   -0,40   -0,08%
  • IDX80 120   -0,56   -0,46%
  • IDXV30 125   1,08   0,87%
  • IDXQ30 142   0,04   0,03%

Dewan Pers diminta lindungi pekerja media dari PHK semena-mena


Rabu, 29 Juli 2020 / 17:43 WIB
Dewan Pers diminta lindungi pekerja media dari PHK semena-mena
ILUSTRASI. Seorang pegawai memeriksa kondisi mesin cetak dan kertasnya di sebuah perusahaan media massa di Kota Pekanbaru, Riau, Senin (27/7/2020). ANTARA FOTO/FB Anggoro/wsj.


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi perekonomian nasional meredup setelah wabah corona (Covid-19) menghantam sejak awal tahun. Penurunan geliat ekonomi berdampak terhadap perusahaan media. Imbasnya, pandemi itu menjadi dalih untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja media.

Posko pengaduan ketenagakerjaan yang dibuka AJI Jakarta dan LBH Pers hingga 28 Juli 2020 telah menerima 110 pengaduan persoalan ketenagakerjaan. Jenis persoalan ketenagakerjaan yang diadukan adalah penundaan upah, pemotongan upah, dirumahkan dengan pemotongan upah, PHK dengan pesangon serta PHK tanpa pesangon. Persoalan ketenagakerjaan itu terjadi di perusahaan media di semua platform, yakni media cetak, daring, televisi dan radio.

Baca Juga: Pandemi Corona Akan Mengerek Jumlah Pengangguran Menjadi 10,7 Juta Tahun Ini

Pengacara publik LBH Pers Ahmad Fathanah menjelaskan, dari 110 pengaduan itu tidak serta-merta mencerminkan jumlah korban yang mengalami persoalan ketenagakerjaan. Berdasarkan data dari formulir pengaduan yang disebar secara daring sejak Maret lalu, ada satu pengaduan yang mewakili beberapa orang yang mengalami kasus di perusahaan yang sama. “Jadi ketika dikalkulasi, jumlahnya bisa ratusan kasus,” ujar Ahmad, dalam rilis Aji Jakarta, hari ini (29/7).

Kebanyakan perusahaan media berdalih melakukan efisiensi untuk bisa bertahan di masa pandemi. Namun pada saat mendalami lebih lanjut pengaduan yang masuk, fakta yang ditemukan perusahaan media tidak menggunakan mekanisme Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan terkait Pasal 164 serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011. Putusan MK itu menyatakan, alasan efisiensi harus dibarengi dengan penutupan perusahaan secara permanen.

“Melakukan efisiensi namun tidak sesuai dengan ketentuan,” kata Ahmad dalam diskusi daring “Menjaga Iklim Pers Yang Sehat Bagi Perusahaan dan Pekerja Media” yang diselenggarakan oleh AJI Jakarta dan LBH Pers, pada 28 Juli 2020.

Ketua Divisi Organisasi Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Suwarjono mengamini persoalan ketenagakerjaan itu terjadi pada platform media siber. Jono, sapaan karibnya, mengungkapkan hasil survei internal AMSI kepada 320 anggota pada 25 April-5 Mei 2020.

Baca Juga: Pandemi menambah pengangguran 3,7 juta orang

AMSI menemukan ada empat media melakukan PHK. Selain itu, 20% anggota melakukan pemotongan gaji dan tunjangan hari raya, 15% menunda gaji, dan 80% anggota membatalkan perekrutan karyawan baru.

“Kalau pandemi masih terus berlangsung dan pendapatan juga enggak naik. Bisa saja mereka memikirkan apakah bergabung dengan media lain atau tutup, ini belum tahu,” ujar Jono.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×