Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Proses pembuktian persoalan etik ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dinilai sudah cukup. Beberapa pihak yang di panggil oleh MKD juga sudah dapat memberikan kesimpulan atas sangkaan praktik pencatutan nama Presiden dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Dengan demikian, pemanggilan Riza Chalid sebagai sanksi yang telah dua kali mangkir dari panggilan MKD tidak diperlukan lagi. Disamping itu, pembuktian validitas rekaman melalui uji forensik yang sebelumnya akan dilakukan tidak dibutuhkan.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani bilang, persidangan di MKD hanya mengadili persoalan etik yang dilakukan oleh alat kelengkapan dewan. "Bicara etik maka tidak relefan menuntut alat bukti. Karena ini prosesnya bukan pengadilan pidana dan perdata," ujar Asrul, Selasa (15/12).
Bila dalam persidangan etik ini dipaksakan terus adanya bukti otentik rekaman, menurut Arsul ini sudah terlalu jauh. Lagi pula, pihak-pihak yang telah diundang dalam persidangan tersebut tidak menyangkal atau membantah adanya pertemuan.
Arsul menambahkan, Setya Novanto telah mendapatkan sanksi atas tindakannya bertemu dengan Donal Trump beberapa waktu yang lalu. "Kalau sudah dua kali terkena sanksi, setidaknya mendapat hukuman sedang. Kalau pimpinan (DPR) kehilangan jabatannya," kata Arsul.
Hal senada juga diutarakan oleh Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul, sidang MKD ini berbeda dengan pembuktian di Kepolisian dan Kejaksaan. Secara etika, beberapa alat bukti yang telah dihadirkan ke MKD menunjukkan bila Ketua DPR Setya Novanto telah menyalahi aturan dalam pembahasan mengenai perpanjangan kontrak karya Freeport.
Ruhut sendiri menyarankan agar Ketua DPR segera mundur dari jabatannya. Pasalnya, dengan tindakan yang dilakukan tersebut telah mencoreng nama DPR. "Terbukti ada pertemuan, Novanto lebih baik mundur," ujar Ruhut.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengatakan, kalau hanya membahas mengenai alat bukti rekaman yang dipoersoalkan keasliannya hal tersebut hanya akan memunculkan debat yang tidak akan ada selesainya. "Persidangan penyelesaian kasus di MKD ini sebenarnya sederhana," kata Desmon.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Firman Soebagyo mengatakan, adanya kasus ini tidak mempengaruhi kinerja DPR dalam pembahasan Rancanagan Undang Undang (RUU). Menurutnya, pembahasan RUU sudah dilakukan secara sistematis. "Tidak ada pengaruh antara persoalan di MKD, dengan pembahasan RUU," ujar Firman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













