kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.510.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 15.565   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.789   16,39   0,21%
  • KOMPAS100 1.206   -1,84   -0,15%
  • LQ45 954   -7,01   -0,73%
  • ISSI 236   1,17   0,50%
  • IDX30 492   -2,07   -0,42%
  • IDXHIDIV20 588   -4,32   -0,73%
  • IDX80 137   -0,37   -0,27%
  • IDXV30 143   0,88   0,62%
  • IDXQ30 163   -1,25   -0,76%

Denny bantah payment gateway rugikan negara


Selasa, 24 Maret 2015 / 15:45 WIB
Denny bantah payment gateway rugikan negara
ILUSTRASI. PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) berfokus mengejar target pertumbuhan kinerja keuangan ditahun ini


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA.  Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, membantah pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan yang mengatakan bahwa sistem payment gateway merugikan negara sebesar Rp 32 miliar lebih. Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Denny, Heru Widodo, saat mendatangi gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Selasa (24/3) siang.

"Informasi soal kerugian negara akibat klien kami adalah tidak tepat. Angka itu menurut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan tanggal 30 Desember 2014 bukanlah kerugian negara, tapi justru nilai penerimaan negara bukan pajak yang disetor ke negara dari hasil pembuatan paspor," ujar Heru.

Kuasa hukum Denny mempertanyakan penghitungan angka kerugian negara yang disebutkan Anton tersebut. Menurut Heru, penyidik Bareskrim Polri masih melakukan kalkulasi dari Badan Pemeriksa Keuangan terkait kasus ini.

Ia juga membantah bahwa sistem payment gateway memungut secara tidak sah sebesar Rp 605 juta. Menurut Heru, program pembayaran pembuatan paspor via online itu justru menghilangkan praktik pungutan liar dan percaloan.

"Jika benar ada dana sekitar Rp 605 juta, maka itu adalah biaya resmi dalam transaksi perbankan yang ada dasar hukumnya, yakni Rp 5.000 untuk setiap transaksi pembuatan paspor, sama sekali bukan pungli," kata dia.

Pembayaran tersebut merupakan atas persetujuan pemohon paspor. Selain itu, ada proses pembayaran melalui loket dan tidak dikenakan biaya Rp 5.000.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan menjelaskan bahwa ada sejumlah uang hasil pungutan pembuatan paspor yang mengendap di dua rekening yang dibuat oleh dua vendor tersebut. Uang itu langsung diserahkan ke kas negara.

"Apalagi, pembukaan rekening itu seharusnya atas seizin menteri. Nah ini tidak, rekening itu hanya diketahui pimpro (pimpinan proyek) dan pihak bank swasta," ujar Anton di kantornya, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan penyelidikan sejak Desember 2014, penyidik menemukan ada kerugian negara sebesar Rp 32.093.692.000. Penyidik juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem tersebut. (Baca Polri Nilai "Payment Gateway" Rugikan Negara Rp 32 Miliar)

Penyidik menyiapkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang untuk menjerat tersangka kasus tersebut. (Fabian Januarius Kuwado)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×