Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Tekanan inflasi terus mereda. September ini, tercatat deflasi sebesar 0,35% secara month to month (mtm) atau sebesar 8,40% secara year to year (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Difi Ahmad Johansyah menyebutkan, deflasi tersebut lebih besar dari perkiraan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, dan jauh lebih rendah dari perkiraan inflasi oleh banyak analis.
"Pasokan yang melimpah karena panen beberapa komoditas hortikultura, terutama bawang merah dan cabai, menyebabkan koreksi harga pangan tercatat cukup dalam," kata Difi dalam pernyataan tertulis pada Selasa (1/10).
Selain itu, mulai turunnya harga daging sapi juga mendorong deflasi lebih lanjut sehingga kelompok volatile food mencatat deflasi 3,38% secara mtm.
Terkendalinya harga-harga tersebut, sejalan dengan perkiraan BI bahwa inflasi akan sangat rendah dan kembali ke pola normal mulai September dan bulan-bulan ke depan.
Sementara itu, kinerja neraca perdagangan mencatat surplus US$ 130 juta pada Agustus 2013 sejalan dengan penurunan impor.
Non migas surplus
Neraca perdagangan non-migas mengalami surplus sebesar US$ 1,03 miliar, sementara defisit neraca perdagangan migas menyempit menjadi US$ 900 juta.
Surplus neraca perdagangan nonmigas seiring laju penurunan impor nonmigas sebesar 29,5% secara mtm yang jauh lebih cepat dibandingkan laju penurunan ekspor nonmigas sebesar 18,9% secara mtm.
Difi menyebut, impor non migas mencapai titik terendah sepanjang 2013 terutama disebabkan impor barang modal, khususnya alat angkutan untuk industri.
Penurunan ekspor nonmigas dipengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas ekspor yang belum kuat, terutama pada ekspor kelompok barang primer.
Itu misalnya, batubara, karet mentah, minyak dan lemak nabati. Dari kelompok produk manufaktur seperti mesin dan alat transportasi, produk kimia, barang konsumen lain yang lebih rendah, dan produk semi-manufaktur lainnya.
Di sisi migas, defisit neraca perdagangan migas Agustus 2013 menyempit terutama karena ekspor minyak meningkat sebesar 25,2% secara mtm seiring dengan kenaikan lifting minyak.
Sementara impor minyak turun sebesar 12,8% secara mtm sejalan dengan masih besarnya stok penyangga setelah Pertamina melakukan impor minyak yang besar di bulan Juli.
"Perbaikan kinerja neraca perdagangan tersebut sejalan dengan perkiraan BI bahwa defisit transaksi berjalan triwulan III-2013 akan lebih kecil dari defisit pada triwulan II-2013," kata Difi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News