Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah Indonesia menilai, ditutupnya Pemerintahan Amerika Serikat untuk sementara akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Wakil Menteri Keuangan II Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro berpendapat, ada kekhawatiran dari negara-negara di dunia atas kondisi yang terjadi di Amerika Serikat ini.
"Saya pikir akan ada solusi. Tetapi, kalau ini berlarut-larut akan mengganggu proses pemulihan ekonomi global," kata Bambang, Selasa (1/10) di istana Negara.
Bambang beralasan, ekonomi AS menjadi penopang pertumbuhan ekonomi global di tengah memburuknya kondisi keuangan negara-negara Eropa dan negara-negara berkembang (emerging market).
Karena itu, kata Bambang, Indonesia harus mengantisipasi hal terburuk dari dampak Shutdown tersebut. Sebab, jika pertumbuhan ekonomi global melambat, hal ini juga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meski demikian, Bambang cukup optimistis, kondisi fundamental Indonesia cukup kuat untuk menghadapi ancaman global, termasuk yang datang dari kebijakan AS.
Keyakinan Bambang diperkuat dengan data ekonomi Indonesia yang baru dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mengumumkan di bulan September Indonesia mengalami deflasi 0,35% dan trade balance menunjukkan perbaikan.
Lalu, ekspor pada Agustus 2013 sebesar US$ 13,16 miliar dan impor US$ 13,03 miliar. Jadi, ada surplus US$ 132,4 juta. Neraca volume perdagangan di Agustus pun surplus 43,11 juta ton, di mana ekspor 53,01 juta ton dan impor 9,89 juta ton.
Menteri keuangan Chatib Basri menilai, Pemerintah sudah mengantisipasi perlambatan ekonomi global yang akan terjadi.
Ia menjelaskan, Pemerintah telah mengantisipasinya dengan dikeluarkannya paket kebijakan oleh Pemerintah beberapa waktu lalu. Selain itu, Pemerintah juga berencana akan mengeluarkan paket kebijakan tambahan yang akan dikeluarkan bulan Oktober nanti.
Chatib memang tidak menjelaskan secara detail paket kebijakan yang dimaksud. Namun dengan paket kebijakan tersebut, diyakini permasalahan fiskal pemerintah yang selama ini menjadi penyebab ekonomi Indonesia terganggu bisa teratasi.
Sebab, kebijakan tersebut akan bertujuan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan alias Current Account defisit supaya membaik.
"Dengan kebijakan paket pertama saja sudah bisa dirasakan saat ini, di mana trade balanced kita membaik," ujarnya.
Berdasarkan hal itu, Chatib juga yakin, semua kebijakan baik yang akan maupun sudah dikeluarkan bisa menahan gangguan dari luar dan menjaga kestabilan ekonomi dalam negeri.
Sebagai informasi, penutupan Pemerintah sebelumnya juga pernah terjadi di AS pada masa pemerintahan Presiden Bill Clinton pada tahun 1996.
Artinya, ini adalah kali pertama Pemerintah ditutup kembali setelah 17 tahun lamanya. Ketika itu, Pemerintah Clinton menutup pemerintahan federal selama 21 hari saat Partai Republik mencoba untuk memaksa Clinton memangkas pengeluaran publik.
Keputusan ditutupnya (shutingdown) pemerintahan AS itu lantaran Presiden Barrack Obama menolak permintaan partai Republik untuk menunda Undang-undang Perawatan Kesehatan selama setahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News