kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,01   -1,74   -0.19%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit anggaran perlu direlaksasi untuk kompensasi kenaikan bunga


Minggu, 01 Juli 2018 / 13:07 WIB
Defisit anggaran perlu direlaksasi untuk kompensasi kenaikan bunga
ILUSTRASI. Tony Prasetiantono


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang digelar pada 28-29 Juni 2018 cukup mengejutkan. Tak tanggung-tanggung, BI memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 basis points (bps) langsung menjadi 5,25%.

Kenaikan suku bunga tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada perekonomian. Tapi BI menyiapkan langkah lain, yaitu dengan melakukan relaksasi Loan to Value Ratio (LTV) guna menjaga momentum pemulihan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Pelonggaran yang dimaksud, berupa pelonggaran rasio LTV untuk kredit properti dan rasio FTV untuk pembiayaan properti, pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden, dan penyesuaian pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit.

Meski demikian, Tony Prasetiantono, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik di Universitas Gajah Mada (UGM) menilai, pelonggaran LTV tersebut belum cukup mampu mengompensasi kenaikan bunga sebesar 50 bps tersebut.

Meski besaran kenaikan bunga dinilainya seimbang dengan pelemahan nilai tukar rupiah hingga ke level Rp 14.400 per dollar AS.

Sebab, "Masalahnya gairah belanja sedang rendah. Sebenarnya daya beli ada, tapi mereka sengaja mengerem konsumsi untuk berjaga-jaga kalau-kalau perekonomian memburuk," kata Tony kepada Kontan.co.id, Jumat (29/6) lalu.

Tony menjelaskan, kondisi yang sama pernah dialami Amerika Serikat (AS) saat krisis subprime mortgage. Saat itu, The Fed menurunkan suku bunga acuannya, tapi tidak direspon oleh pasar.

Saat ini, gairah belanja masyarakat AS diungkit oleh Presiden Donald Trump melalui pemangkasan tarif pajak. Namun, Indonesia dinilai tak bisa mencontoh kebijakan AS saat ini lantaran APBN masih butuh penerimaan pajak.

Tony bilang, untuk mengompensasi kenaikan bunga acuan tersebut, fiskal perlu berbuat sesuatu. Khususnya melalui relaksasi defisit anggaran APBN.

"Saya sarankan dikembalikan ke level biasanya 2,5% dari PDB. Toh ini juga masih di bawah batas 3% dari PDB. Supaya ada stimulus fiskal," kata Tony.

Pemerintah dalam APBN 2018 menargetkan defisit anggaran sebesar 2,19% dari PDB. Anggaran negara yang didesain dengan defisit anggaran rendah, dinilai Tony menjadi peluang karena pemerintah bisa sedikit mengutak-atik APBN. Apalagi, asumsi nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah saat ini meleset banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×