kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DDTC ramal potensi shortfall penerimaan pajak hingga Rp 259 triliun


Selasa, 19 November 2019 / 19:38 WIB
DDTC ramal potensi shortfall penerimaan pajak hingga Rp 259 triliun
ILUSTRASI. DDTC ramal potensi shortfall penerimaan pajak hingga Rp 259 triliun . ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/ama.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober masih jauh dari target akhir tahun. Sehingga potensi shortfall pajak kemungkinan bakal terguling lebih jauh dari proyeksi pemerintah sebelumnya sebesar Rp 140 triliun.

Berdasarkan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2019 sebesar Rp 1.018,47 triliun. Secara tahunan, angka tersebut hanya tumbuh 0,23% dibanding tahun lalu. Jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan Oktober 2017-Oktober 2018 sebesar 17,41%.

Baca Juga: Dua Kanwil pajak raih raport merah, target penerimaan pajak diprediksi sulit tercapai

Danny Darussalam Tax Center (DDTC) dalam risetnya yang berjudul Metode dan Teknik Proyeksi Penerimaan Pajak; Panduan dan Aplikasi memproyeksi penerimaan pajak hanya akan mencapai 83,6% atau sekitar Rp1.318 triliun. Dengan demikian, shortfall pajak berisiko makin dalam hingga mencapai Rp259 triliun.

DDTC menilai kondisi perekonomian 2019 jauh dari kata normal maka risiko shortfall yang semakin melebar sulit untuk dihindari. Efek perlambatan ekonomi global ke domestik menjadi penyebab utamanya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak belum optimal lantaran perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan mitra dagangnya, terutama China menjadi sentimen yang masih berlanjut dan mempengaruhi ekonomi domestik.

Baca Juga: Potensi Shortfall Penerimaan Perpajakan Kembali Mengintai

Sementara itu, jelang akhir tahun sentimen makin bertambah dengan tensi politik  di mana menjelang pemilu 2020 di AS.  Di belahan dunia lain, kontraksi manufaktur jerman, ketidakpastian Brexit, quantitative easing oleh European Central Bank (ECB) menghantui pertumbuhan ekonomi di Benua Biru.

Dari sisi Asia, pelemahan ekonomi China terus melemah di mana perang dagang berkembang menjadi perang mata uang. Di sisi lain krisis politik di Hongkong hingga Jepang dan Korea Selatan yang terlibat perang dagang juga menjadi pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dus, faktor itu membuat sektor pertambangan kembali melempem. Berdasarkan sektor, realisasi penerimaan sektor pertambangan sebesar Rp 47,39 triliun. Angka tersebut terkontraksi 22,1% secara tahunan, sementara pada periode sama tahun lalu mampu tumbuh 66,5%.

Baca Juga: Hipmi: Kenaikan PTKP berdampak negatif terhadap penerimaan negara

Dalam riset itu, Pengamat Pajak DDTC Danu Febrantara, Dea Yustisia, dan Denny Vissaro menegaskan, proyeksi penerimaan pajak yang akurat sangat krusial dalam pengelolaan fiskal suatu negara. Proyeksi penerimaan pajak yang akurat tidak hanya melindungi anggaran negara dari risiko defisit yang berlebihan.

“Tapi juga menjaga reputasi fiskal pemerintah dan keyakinan publik. Dengan demikian, target penerimaan pajak haruslah disertai dengan asumsi atau prasyarat keberhasilan,” sebagaimana dikutip dalam riset tersebut, Selasa (19/11).

DDTC melihat ketersediaan studi proyeksi penerimaan pajak saat ini masih relatif terbatas, terutama pengembangan yang dikhususkan secara kontekstual untuk suatu negara. Padahal, dibutuhkan suatu instrumen proyeksi penerimaan yang terus berkembang dan mampu menyaring data dan informasi yang relevan dan berkualitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×