kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dasar hukum data pemilik usaha di Kumham


Kamis, 21 Juni 2018 / 10:37 WIB
Dasar hukum data pemilik usaha di Kumham
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Payung Hukum untuk Otoritas Pajak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan rating Indonesia dalam pertukaran informasi pajak berdasarkan permintaan atau Exchange of Information on Request (EoIR) kian memudahkan pemerintah mengejar pengemplang pajak ke luar negeri.

Dengan kenaikan rating, penelusuran atas wajib pajak yang menyembunyikan hartanya di luar negeri dengan mengatasnamakan orang lain bisa lebih baik. Sebab, Indonesia bisa mengakses data pemilik manfaat atau beneficial ownership (BO) dari negara lain, terutama tax haven.

Menurut Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae, pemberian informasi dari PPATK kepada Ditjen Pajak terkait BO memang belum pernah terjadi sebelumnya, sebab dasar hukumnya belum tersedia.

"Sistem informasi untuk BO saat ini sedang disempurnakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham). Apabila sistem ini sudah operasional dan kredibel, maka Ditjen Pajak bisa langsung mengakses data tersebut, dalam hal ada dugaan tax fraud," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (20/6).

Meskipun Ditjen Pajak dapat mengakses data langsung, tapi yang berhak atas data BO tetap PPATK. Menurut Dian, Ditjen Pajak tetap sebagai pihak yang meminta informasi. Hal itu diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 tahun 2018 tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Terorisme.

Dian memperkirakan jalannya Perpres itu cukup berat. "Perlu kerjasama yang baik antara Kemkumham, Lembaga Penerimaan Pajak (LPP), PPATK, pihak korporasi, dan pihak terkait lain dalam meng-enforce ketentuan ini dengan konsisten," imbuhnya.

Pengusaha paham

Direktur Peraturan Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol berharap, dengan kenaikan rating ini maka selain mendorong keterbukaan informasi soal BO, juga meningkatkan akan kepatuhan pajak sehingga jumlah basis pajak makin tinggi.

Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijohandojo Krisanto mengatakan, pengusaha sebenarmya sudah cukup mengerti masalah BO. Sebab hal ini sudah disampaikan sejak 2013. "Jadi sekarang tinggal pelaksanaannya saja. Memang bagi yang belum siap boleh gemetar," katanya.

Dari sisi pemerintah transparansi sudah dimulai sejak adanya program amnesti pajak. Menurut Prijo, kalau saja pengusaha yang belum patuh pajak ini ikut amnesti pajak pada waktu itu, maka adanya keterbukaan BO tidak perlu ditakuti. "Memang yang ikut amnesti pajak adalah beneficial owner. Celakanya yang ikut amnesti pajak tidak sampai satu juta orang, padahal jumlah wajib pajaknya jauh lebih besar dari itu," ucapnya.

Pengamat Pajak Darussalam mengatakan, kenaikan rating Indonesia merupakan sesuatu yang positif untuk menelusuri BO. Sebab dalam konteks EoIR, ada komitmen di antara Financial Action Task Force (FATF) dan Global Forum untuk menyediakan data serta pertukaran informasi atas BO.

Menurutnya, pemberian informasi atas BO sejatinya dapat dilihat dari pengendali entitas maupun pengendali atas rekening keuangan seperti yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Sedangkan untuk pemilik manfaat dari korporasi, diatur melalui Perpres Nomor 13 tahun 2018.

Menurut PMK 19/2018, informasi BO sifatnya bukan yang diakses dan dipertukarkan secara otomatis, namun dalam kerangka permintaan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Sedangkan untuk informasi pemilik manfaat korporasi (BO) nantinya bisa diperoleh dari instansi yang berwenang yaitu PPATK.

Menurut Darussalam, sampai saat ini, mekanisme pemberian informasi BO dalam konteks informasi keuangan sudah dimungkinkan baik secara domestik maupun internasional. Hal itu ada dalam jaringan pertukaran informasi yang telah diikuti Indonesia baik melalui Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) hingga Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA).

Sedangkan untuk informasi BO dari instansi berwenang, Ditjen Pajak dimungkinkan memperoleh informasi melalui kerjasama dengan instansi berwenang yaitu PPATK. Syaratnya, instansi berwenang memiliki database komprehensif dari Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×