Reporter: Teddy Gumilar | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Dana pendamping kredit pengelolaan hutan tanaman rakyat (HTR) yang disediakan pemerintah dan dikelola Badan Layanan Umum (BLU) Kehutanan sebesar Rp 2,6 triliun belum juga tersalurkan. Padahal, dana ini sudah ada sejak 2008.
BLU ini diniatkan sebagai pengganti peran perbankan dalam menyalurkan kredit ke sektor kehutanan khususnya HTR. Sebab, bank tidak pernah mau memberikan kredit lantaran sektor kehutanan dipandang penuh resiko. “Jangankan buat masyarakat, untuk industri saja bank tidak mau memberikan kredit,” tukas Dirjen Bina Produksi Kehutanan Kemenhut Hadi Daryanto di Jakarta (19/5).
Penyebabnya, pertama, tanah tidak bisa menjadi kolateral. Kedua, investasi di bidang kehutanan adalah investasi jangka panjang. Sementara sumber dana bank berasal dari deposito yang tenornya bulanan atau 1 tahun. Terakhir, hutan yang rawan kebakaran dan rawan pencurian membuat bank semakin enggan mengucurkan kredit.
Nahasnya, keberadaan BLU ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pemegang ijin HTR. pasalnya, BLU hanya ada di Jakarta. Sementara hampir sebagian besar lokasi HTR tersebar di luar Jawa. Hadi bilang, pihaknya sudah pernah mencoba menjalin kerjasama dengan BRI. Namun BRI meminta fee. bunga BLU 6% sesuai LPS. BR minta 2% belum termasuk manajemen fee. “Kami sedang merintis untuk bekerjasama dengan BPR,” ungkapnya. Sayang Hadi tidak bisa memastikan kapan dana BLU bisa disalurkan.
Hingga saat ini baru tiga lembaga yang mengajukan proposal pendanaan senilai Rp 7,2 miliar dengan luas total sekitar 8.000 hektar. Ketiga lembaga tersebut adalah Koperasi Madina untuk mengembangkan Hutan Tanaman Rakyat di Sumatera Utara, koperasi di Maluku Utara juga untuk pengembangan HTR, dan PT Cipta Mas yang akan mengembangkan HTI di Provinsi Sumatera Selatan. Saat ini dephut belum juga selesai melakukan verifikasi kelayakan usaha terhadap ketiga lembaga tersebut.
Luas hutan tanaman industri termasuk HTR di Indonesia mencapai 4,3 juta hektare. Lewat fasilitas pendanaan, pemerintah berharap bisa menambal defisit bahan baku kayu sebesar kurang lebih 71,85 juta m3 per tahun bisa teratasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News