kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dana bencana alam yang berujung korupsi di Sumbar


Senin, 05 Desember 2016 / 17:22 WIB
Dana bencana alam yang berujung korupsi di Sumbar


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Rentetan bencana alam gempa bumi di Sumatera Barat sekitar tahun 2009 hingga 2016 ternyata menjadi pintu masuk beberapa oknum untuk mengeruk uang negara.

Hal itu terungkap dalam lanjutan sidang kasus korupsi proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat yang melibatkan mantan anggota DPR RI, I Putu Sudiartana hari ini, Senin (5/11). Putu didakwa menerima uang Rp 500 juta untuk memuluskan pengajuan anggaran DAK untuk Sumatra Barat (Sumbar)

Saksi yang dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Desrio Putra, pengusaha di bidang kontraktor menuturkan sekitar Agustus 2015 ia didatangi Suhemi, teman dekat Putu. Suhemi menuturkan pemerintah pusat bakal menggelontorkan dana hingga Rp 3 triliun untuk berbagai proyek untuk pemulihan pasca gempa.

Suhemi pun menawarkan bantuan kepada Desrio untuk membantu mengurus anggaran di DPR RI lewat Putu. "Dari situ kita coba ikuti tawaran Pak Hemi," kata Desrio.

Suhemi pun bergerilya menemui pihak-pihak terkait seperti Suprapto, Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat serta Indra Jaya, anak buah Suprapto di dinas tersebut yang menjabat sebagai kepala bidang Pelaksana Jalan.

Suprapto lantas meminta Indra Jaya untuk membuat surat pengajuan proyek lewat Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Sumbar sebesar Rp 530,7 miliar. Namun kemudian Suprapto meminta Indra merevisi sehingga anggaran yang diajukan menjadi Rp 620,7 milyar.

Lantas beberapa orang kenalan Suhemi terkait rencana pengurusan dana APBN untuk Sumbar pun berkumpul pada 20 Juni 2016. Mereka adalah Yogan Askan, Suhemi, Indra Jaya, Suryadi Halim alias Tando, Hamnasri Hamid, dan Johandri. Pertemuan dilakukan di ruang rapat Dinas Prasarana Jalan.

Suprapto mengakui ruangannya digunakan untuk rapat tapi mengklaim ia tak hadir di situ. Meski begitu, dalam persidangan yang lain ia sudah divonis bersalah lantaran menyuap Putu.

Di situ mereka sepakat memberi fee kepada Putu sebesar Rp 500 juta. Uang sebesar Rp 500 juta tersebut berasal dari iuran para pengusaha yang hadir, yaitu Yogan sebesar Rp 125 juta, Suryadi Rp 250 juta, Johandri Rp 75 juta, dan Hamid Rp 50 juta. Inisiatif pemberian uang ini dinilai berasal dari Suprapto.

Namun Indra mengelak bahwa Putu pernah meminta fee. Setahu Indra, uang itu akan digunakan untuk lebaran Partai Demokrat. "Waktu itu kan menjelang lebaran," kata Indra.

Penyerahan uang dilakukan secara bertahap melalui beberapa rekening kepada staf pribadi Putu yang bernama Novianti.

Burhanudin, kuasa hukum Putu menuturkan sejauh ini belum ada saksi yang mengakui bahwa kliennya pernah memeinta uang untuk mengurus anggaran. Ia pun menunggu jaksa KPK membuka bukti mengenai hal itu. "Sampai sekarang belum ada saksi yang mengakui bahwa Bapak Putu pernah meminta uang. Kami tunggu jaksa memutar ulang rekamannya. Kalau memang ada," tuturnya.

Putu pun didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×