kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dampak pembatasan mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru


Kamis, 18 November 2021 / 15:03 WIB
Dampak pembatasan mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru
ILUSTRASI. Sejumlah calon penumpang bersiap memasuki bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Rabu (23/12/2020). Dampak pembatasan mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) biasanya menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu bagi masyarakat. Sebab, biasanya di momen ini masyarakat bisa berlibur panjang baik bersama keluarga dan teman dekat.

Akan tetapi, untuk mencegah terjadinya kerumunan dan mencegah adanya gelombang ke tiga Covid-19, pemerintah berencana akan menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 saat libur Nataru 2022.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, adanya rencana pembatasan oleh pemerintah tersebut menjadi dilematis. Mengingat akan berefek kepada sektor pariwisata yang perlahan sedang bangkit namun bisa terancam kembali menurun.

“Okupansi hotel misalnya yang berharap dari peak season Nataru kemungkinan besar alami cancelation atau pembatalan dan perubahan jadwal,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (18/11).

Baca Juga: Transformasi layanan kesehatan, pemerintah tekankan upaya preventif promotif

Selain adanya pengetatan, pemerintah juga akan berencana menghapus cuti bersama Nataru, sehingga banyak masyarakat yang berpikir untuk menunda liburannya dan akan langsung meningkat drastis.

Ditambah dengan pembatasan mobilitas yang lebih ketat hingga pemblokiran jalan, menurutnya kemungkinan sektor pariwisata tahun ini masih akan terpuruk. Begitu juga dengan pendukung pariwisata seperti restoran, cafe dan tempat hiburan yang kemungkinan belum akan terisi 70%.

Meski begitu, Bhima menghimbau agar pemerintah tidak lupa untuk memerhatikan UMKM. Sebab di momen ini biasanya di momen Nataru berkah dari sejumlah event yang ada. Di momen Nataru biasanya mulai dari pedagang kaki lima, warung-warung kecil, dan penjual aksesoris tahun baru, banjir orderan.

Untuk itu, Bhima menyarankan agar pemerintah memerhatikan pelaku UMKM tersebut karena kebanyakan usaha sektor informal dadakan tersebut  tidak terdaftar di Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, atau bukan UMKM binaan Pemda.

Baca Juga: Jokowi apresiasi kontribusi Muhammadiyah dalam penanganan pandemi

“Meskipun kebijakan untuk mengurangi risiko kerumunan tetap diperlukan karena ada ancaman gelombang ketiga penularan Covid-19, tapi perlu dicari solusi juga agar pelaku usaha bisa bernapas,” tutur Bhima.

Bantuan tersebut bisa dilakukan pemerintah dengan menambah stimulus BPUP (Bantuan Pemerintah bagi Usaha Pariwisata) dari Rp 2 juta menjadi Rp 4-5 juta. Atau waktu pendaftaran diperpanjang hingga Januari 2022.

Selain itu, para pekerja di sektor pariwisata dan sektor transportasi juga sebaiknya mendapat alokasi lebih dari bantuan subsidi upah (BSU) sehingga tidak kembali terjadi PHK masal. Jadi ada kompensasi finansial bagi pelaku usaha dan pekerja yang terdampak.

Di sisi lain, ada beberapa perubahan prilaku masyarakat yang merayakan libur panjang di rumah, akan mengkonsumsi barang-barang lewat platform digital. Misalnya order makanan secara online akan meningkat tajam. Kemudian pembelian barang lewat platform e-commerce juga naik sebagai alternatif belanja di luar rumah.

“Memang ada pelaku usaha yang cepat beradaptasi ke ekonomi digital masih bisa mendapatkan omset selama PPKM level 3,” pungkasnya. 

Selanjutnya: Tak akan ada libur panjang di akhir tahun, ini alasan pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×