Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS) tengah merampungkan pembahasan mengenai plafon utang AS (debt ceiling).
Ini menyambut kekhawatiran global akan potensi gagal bayar utang pemerintah negeri Paman Sam, yang berpotensi memunculkan perubahan peringkat utang.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, pembicaraan alot ini akan memberi dampak kepada Indonesia. Mengingat, ini berarti akan meningkatkan ketidakpastian global.
Kabar baiknya, Josua melihat dampak pembicaraan mengenai batas utang AS tak memberi dampak signifikan terhadap Indonesia.
Baca Juga: Hambat Inflow, Debt Ceiling AS Bisa Bikin Rupiah Melemah
"Ada imbasnya kepada Indonesia terkait dengan aliran modal asing. Namun, cenderung tidak signifikan terutama di pasar obligasi," tegas Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (28/5).
Josua menjelaskan. Pembicaraan panas ini membuat imbal hasil surat utang pemerintah AS naik sekitar 38 basis poin (bps) dalam satu pekan.
Sebaliknya, surat utang negara (SUN) Indonesia tenor 10 tahun justru mengalami penurunan imbal hasil sebesar 1 bps dalam satu pekan.
"Ini bisa lihat kekhawatiran gagal bayar AS tidak banyak berimbas ke pasar obligasi, yang secara teori harusnya terkena dampak," tambahnya.
Ini juga menunjukkan bahwa para penanam modal lebih rasional dalam melihat prospek investasi di Indonesia, yaitu dari kondisi fundamental Indonesia yang terjaga.
Namun, Josua meminta agar Indonesia tetap waspada. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan langkah mitigasi baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Baca Juga: Debt Ceiling AS Akan Beri Dampak ke RI, BI Pasang Kuda-kuda Kuat
Dalam jangka pendek, otoritas bisa melaksanakan manajemen utang, menjaga inflasi, menjaga pergerakan rupiah, dan memastikan neraca eksternal Indonesia solid.
Sedangkan untuk jangka panjang, Indonesia bisa lebih getol melakukan dedolarisasi yang salah satunya lewat perluasan kerja sama penggunaan mata uang lokal atau local currency transaction (LCT).
"Ini akan mengurangi ketergantungan dengan dolar AS. Sehingga, bila terjdi gonjang-ganjing di AS, dampaknya akan minimalis ke Indonesia," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News