Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) Indonesia belum kunjung membaik. Per kuartal II-2019, CAD justru melebar mencapai US$ 8,4 miliar atau setara 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, upaya pemerintah menggenjot ekspor untuk memperbaiki CAD di tahun ini bakal terjal. Pasalnya, kinerja ekspor Indonesia di paruh pertama tahun ini belum menunjukkan tanda perbaikan signifikan di tengah sentimen perang dagang.
Untuk menambah geliat ekspor manufaktur, Rendy berpendapat, pemerintah dapat merumuskan insentif fiskal yang menyasar perbankan BUMN agar menyalurkan porsi kredit lebih besar bagi perusahaan manufaktur berorientasi ekspor.
“Insentif misalnya bank-bank BUMN bisa diberi kompensasi menyetor dividen lebih kecil jika porsi kreditnya untuk ekspor manufaktur semakin besar,” ujar Rendy, Selasa (13/8).
Baca Juga: Jurus-jurus jangka pendek pemerintah atasi pelebaran CAD tahun ini
Memang, pemerintah memiliki special mission vehicle dalam urusan pembiayaan ekspor yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Namun, Rendy sanksi insentif kredit ekspor yang diberikan oleh lembaga ini diketahui dan dipahami luas oleh para pelaku usaha.
“Pemerintah harusnya sosialisasi lebih banyak lagi dan memberikan bimbingan teknis untuk memperoleh fasilitas dari LPEI,” pungkasnya.
Lembaga lain yang menurut Rendy perlu diasah tajinya ialah Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (Indonesian Trade Promotion Center/ITPC). Sebagai pusat promosi perdagangan produk Indonesia di luar negeri, ITPC sangat perlu direvitalisasi.
“Karena kita perlu memperbanyak proposal perjanjian dagang bilateral di tengah sentimen perang dagang yang membuat spirit kerja sama regional makin luntur. ITPC bisa menjadi perantara,” kata Rendy.
Dari sisi impor, kebijakan mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) pada sejumlah produk dari sebagian negara memang diperlukan. Apalagi, tren pelemahan mata uang yuan secara sengaja oleh pemerintah China berpeluang membuat pasar domestik dibanjiri barang-barang impor.
“BMAD ini memang lumrah untuk menjaga CAD kita tidak melebar. Tapi perlu diantisipasi juga jangan sampai BMAD berdampak pada impor produk-produk yang justru kita butuhkan di dalam negeri,” tutur Rendy.
Terakhir, Rendy menilai, pemerintah perlu lebih serius dan cepat menggarap potensi sektor wisata sebagai sumber devisa negara. Menurutnya, pengembangan sektor pariwisata bukan sekadar promosi, melainkan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM), industri kecil dan menengah, serta infrastruktur di destinasi-destinasi prioritas pemerintah.
“Jadi selain membuka akses dengan pembangunan jalan-jalan, pemerintah juga harus pastikan ketersediaan sarana seperti transportasi dan SDM maupun industri yang memadai,” kata dia.
Baca Juga: Defisit Transaksi Berjalan (CAD) Melebar, IHSG Masih Bisa Menguat Hingga Akhir Tahun
Rendy menilai, jurus kebijakan jangka pendek pemerintah amat penting untuk menjaga CAD tidak melebar di luar target pada akhir tahun nanti. Pasalnya, pelebaran CAD kerap menjadi bumerang bagi perekonomian di dalam negeri.
Melebarnya CAD biasanya akan menekan nilai tukar rupiah melemah akibat keluarnya arus modal asing (capital outflow) dari pasar domestik. Sebab, kondisi CAD yang memburuk kerap memicu efek psikologis yang buruk pada investor sehingga outflow rentan terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News