Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) telah mengantongi aset obligor dan debitur BLBI sebesar Rp 28,53 triliun sampai dengan 25 Maret 2023.
Sayangnya, target tersebut baru mencapai 25,83% dari total yang harus ditagih sebesar Rp 110,45 triliun. Padahal. Masa tugas Satgas BLBI akan berakhir pada 31 Desember 2022.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati menyayangkan capaian kinerja Satgas BLBI yang masih jauh dari target. Terlebih lagi, Satgas BLBI telah berdiri selama tiga tahun berjalan namun hanya bisa mengumpulkan 25,83% hingga 25 Maret 2023.
Baca Juga: Satgas BLBI Baru Kantongi 25% dari Tagihan Obligor
"Miris kalau bacanya ya (laporan), apalagi kita tahu ini adalah tahun terakhir. Tahun anggaran 2023 merupakan tahun terakhir masa penugasan Satgas BLBI. Sementara progresnya menyedihkan," ujar Anis dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Direkrorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Selasa (28/3).
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golongan Karya (Golkar) Misbakhun juga menyesali hal yang sama. Dirinya juga mempertanyakan efektivitas Satgas BLBI yang dibentuk pemerintah sejak tahun 2021.
Menurutnya, pembentukan Satgas sejak awal merupakan bukti bahwa kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga terkait tidak berjalan dengan baik.
Dirinya menilai, sudah seharusnya kasus BLBI tersebut bisa diatasi oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara dan jajarannya lantaran masuk sebagai bagian piutang negara.
Oleh karena itu, dirinya mempertanyakan kemampuan Satgas BLBI untuk menuntaskan kinerjanya sebelum habisnya masa penugasan di akhir tahun 2023.
"Waktu yang tersisa kan tinggal 9 bulan sampai per 31 Desember, (sedangkan) pencapaian kinerjanya baru 25,83%. Itu menjadi pertanyaan kita tentang efektivitas kerja mereka. Apakah dari sisa waktu yang ada, mereka bisa mengejar pencapaian itu? Itu yang paling utama," kata Misbakhun dikutip dari laman resmi dpr.go.id, Rabu (29/3).
Misbakhun menegaskan, apabila Satgas BLBI tidak mampu menyelesaikan kinerjanya sesuai masa kerja, maka penugasannya tidak perlu diperpanjang lagi.
Menurutnya, angka 25,83% sebagai hasil evaluasi kinerja ini sudah menunjukkan bahwa pembentukan Satgas untuk menangangi kasus BLBI ini bukan langkah yang efektif. Untuk itu, dirinya mendorong pemerintah untuk melakukan upaya yang lebih signifikan dalam menangani kasus BLBI.
"Kalau pemerintah mengusulkan (perpanjangan masa kerja Satgas BLBI), ya kita ingin menolak. Kerjakan saja lewat sistem yang ada. Bisa melalui proses lelang atau bisa melalui mekanisme kewenangan undang-undang yang selama ini dipakai. Satgas itu kan cuma satun tugas. Tanpa satuan tugas pun hak negara tidak hilang. Tinggal dilanjutkan oleh Dirjen Kekayaan Negara," tegasnya.
Baca Juga: Satgas BLBI Kembali Sita Aset Debitur, Kini Giliran Milik Pancasindhu Abadi
Begitu juga dengan Direktur Eksekutif Segara Institute piter Abdullah yang menilai bahwa kinerja Satgas BLBI masih terlalu rendah. Hal ini mengingat Satgas BLBI sudah melibatkan begitu banyak pihak yang berwenang dibidangnya masing-masing.
"Kinerja Satgas yang sudah akan berakhir akhir tahun ini tidak memenuhi harapan," ujar Piter kepada Kontan.co.id, Rabu (29/3).
Selain itu, Satgas BLBI juga didukung dengan posisi pemerintah yang kuat karena adanya surat pengakuan utang dari para obligor. Oleh karena itu, dirinya melihat bahwa sejauh ini Satgas BLBI belum cukup terbuka menjelaskan kepada masyarakat alasan yang membuat pencapaian tersebut rendah.
Guna meningkatkan pencapaian Satgas BLBI tersebut, Piter mengusulkan agar masa tugasnya diperpanjang setidaknya hingga tiga tahun kedepan dengan penguatan dari personel Satgas.
Kemudian, Satgas BLBI juga harus memiliki target bertahap yang harus dicapai dengan memberikan punishment maupun reward.
Piter juga mengusulkan agar Satgas BLBI perlu melakukan pendekatan dedicated team, yakni satu tim hanya menggarap satu obligor, sehingga bisa diikuti oleh publik bagaimana penanganan setiap obligor.
"Melibatkan publik, publik ikut membantu pergerakan obligor. Publik juga bisa menjadi sumber informasi dalam melacak kekayaan obligor," pungkas Piter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News