kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,35   -6,99   -0.75%
  • EMAS1.321.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cabut rem alih fungis lahan, pengamat sebut pertanian diobrak-abrik


Rabu, 17 Februari 2021 / 21:20 WIB
Cabut rem alih fungis lahan, pengamat sebut pertanian diobrak-abrik
ILUSTRASI. Kondisi alih fungsi lahan. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pd.


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah membuka jalan untuk dilakukannya alih fungsi lahan pertanian.

Hal tersebut diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) peraturan pelaksana Undang Undang (UU) Cipta Kerja di sektor pertanian. Lahan budi daya pertanian dapat dialihfungsikan untuk kebutuhan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Ketentuan tersebut mengubah UU sebelumnya yang mencegah adanya alih fungsi lahan pertanian. Bahkan pihak yang melakukan alih fungsi lahan pertanian akan mendapat sanksi.

"Bisa dibayangkan, ketika masih ada UU yang melarang dan membatasi saja konversi berjalan seperti jalan tol, apalagi jika pembatasan dan pelarangan itu tidak ada lagi, diobrak-abrik" ujar Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (17/2).

Bahkan dalam RPP yang tengah disusun, alih fungsi lahan bisa dilakukan untuk lahan yang memiliki jaringan pengairan lengkap. RPP hanya mengatur alih fungsi lahan harus menjaga fungsi jaringan pengairan lengkap. Pada alih fungsi lahan pertanian untuk PSN, perlu diberikan lahan pengganti. Lahan pengganti diatur dalam RPP harus merupakan lahan dalam kondisi siap tanam.

Baca Juga: Kementan akan kembangkan kawasan food estate Sumba Tengah pada 2021

Meski begitu penggantian lahan dinilai tidak akan mudah. Khudori bilang ketentuan adanya lahan pengganti juga ada dalam UU sebelumnya, tetapi sulit terlaksana. "Masalah utama adalah pemerintah belum menetapkan kawasan pertanian berkelanjutan itu di mana saja," terang Khudori.

Penetapan lahan pertanian berkelanjutan masuk dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Sampai saat ini masih banyak daerah yang belum menetapkan RTRW.

Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas pun mengungkapkan saat ini banyak terjadi alih kepemilikan lahan pertanian. Banyak lahan pertanian yang tidak lagi dimiliki oleh petani. "Ketika bukan petani menguasai lahan maka lahan itu akan menjadi lahan spekulasi, dan di sini ketika dia menjadi lahan spekulasi peralihan fungsi yang sebenarnya di situ," jelas Dwi.

Masalah lain dalam lahan pertanian berkaitan dengan rendahnya pendapatan petani. Sehingga masyarakat mulai meninggalkan profesi tersebut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) luas lahan sawah pada tahun 2019 seluas 7,46 juta hektare (ha). Meski naik tipis dari tahun 2018 seluas 7,1 juta ha, luas lahan tersebut masih lebih rendah dibandingkan tahun 2017 seluas 8,16 juta ha.

Selanjutnya: Penggunaan lahan usaha perkebunan kelapa sawit dibatasi maksimal seluas 100.000 ha

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×