Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. PT Monroe Consulting Group bersiap mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan majelis hakim yang menolak permohonan pailit terhadap PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA).
Kuasa hukum Monroe Dedyk Eryanto Nugroho mengatakan, majelis hakim kurang cermat dalam memutus perkara ini. Sebab, menurutnya, berdasarkan Pasal 5 ayat 2 UU Perseroan Terbatas dikatakan alamat suatu perusahaan harus sesuai dengan tempat kedudukannya.
Padahal jelas dalam laporan keuangan dan profil perusahaan di Bursa Efek Indonesia BUVA selaku perusahaan terbuka, mencantumkan kantor pusat mereka berada di Jakarta bukan di Bali.
"Kami ajukan bukti terkait itu tapi tak dipertimbangkan majelis," ungkap dia kepada KONTAN, Rabu (1/2).
Sehingga, menurutnya, pengajuan permohonan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sudahlah tepat. Apalagi dalam bukti yang diserahkan BUVA saat persidangan diklaim kalau tanda daftar perusahaan yang di Bali sudah tidak berlaku.
"Jadi mau memiliki usaha dimana pun tapi kantor pusatnya ada di Jakarta ya kita akan ajukan bersasarkan kantor pusatnya, itu yang menjadi acuan kami untuk ajukan kasasi," tambah Dedyk.
Adapun dalam sidang putusan, Rabu (1/2) ketua majelis hakim Syamsul Edi memgatakan, menerima eksepsi kompetensi relatif BUVA. Di mana, ada kesalahan domisili pengadilan berdasarkan alamat perusahaan.
Majelis berpendapat berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga BUVA tercantum kalau domisi perusahaan ada di Badung, Bali. Sehingga permohonan pailit ini seharusnya diajukan di Pengadilan Niaga Surabaya.
"Sementara dalam persidangan pemohon (Monroe) tak ada satu pun bukti yang menunjukkan domisili termohon berada di Jakarta, sengan demikian syarat formil permohonan tidak terpenuhi dan permohonan harus lah ditolak," kata Syamsul dalam amar putusannya.
Atas putusan tersebut, kuasa hukum BUVA Giovani AT. Sinulingga menanggapinya dengan baik. Apalagi ia masih bersikukuh perkara merupakan antara Monroe dengan PT Dialog Mitra Sukses (DMS), anak usaha BUVA.
"Objek hukum di sini kan utang dari DMS dan pihak yang menikmati jasa dari pemohon ya DMS bukan BUVA," ujarnya. Dalam UU PT, tambah Geovani, menyebutkan induk usaha tidak bertanggungjawab atas perbuatan anak usaha.
Permohonan ini bermula dari BUVA yang diklaim memiliki utang sebesar Rp 205,4 juta atas fee pekerja. Rinciannya, biaya rekrutmen Rp 186,73 juta dan pajak 10%. Monroe pun mengaku, pihaknya telah berulang kali menagih tapi tak kunjung mendapat respon baik sehingga mengajukan pailit.
Sebelumnya, Monroe dengan BUVA sudah bekerjasama. Dalam perkembangannya, BUVA memerlukan pekerja, Monroe telah menyediakannya tapi, pihak perusahaan malah justru menempatkan pekerja itu anak usahanya, PT Dialog Mitra Sukses pada 13 Mei 2015.
Dalam invoice pun, Monroe kirimkan kepada DMS berdasarkan permintaan dari BUVA. Tapi hal tersebut hingga kini utang itu belum dipenuhi baik BUVA maupun DMS.
PT Monroe Consulting Group merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultasi manajemen dan sumber daya manusia pelatihan dan keterampilan, dalam hal ini sebagai agensi penyedia tenaga kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News