Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penetapan rumus perhitungan upah minimum propinsi (UMP) berbuntut panjang. Para buruh mempermasalahkan penetapan formula upah yang oleh pemerintah dimasukkan ke dalam paket kebijakan ekonomi jilid IV.
Salah satu buruh yang menentang penetapan rumus tersebut adalah mereka yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Subiyanto Pundi, Sekjen KSPSI mengatakan, formula penentuan upah tersebut telah mengamputasi hak berserikat dan berunding para pekerja.
Penetapan rumus tersebut juga telah mengebiri hak pekerja dan serikatnya dalam penentuan upah. "Ini melanggar konvensi ILO, harusnya pemerintah tidak boleh menentukan upah secara sepihak, upah harus ditentukan pekerja dan pengusaha, pemerintah hanya bantu fasilitasi saja," kata Subiyanto kepada KONTAN Minggu (18/10).
Bukan hanya itu saja, KSPSI kata Subiyanto, rumus penetapan upah yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut juga terlalu sederhana dan tidak mengakomodir hak buruh sebagaimana telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal tersebut, berbeda dengan formula penentuan upah dulu.
"Dulu ada lima asas; survey KHL, pertumbuhan ekonomi daerah, pasar kerja, upah daerah sekitar, baru inflasi, sekarang ini dikebiri tinggal dua," katanya.
Timboel Siregar, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) mengatakan, PP Pengupahan juga bertentangan dengan Pasal 89 Ayat 3 UU Ketenagakerjaan. Karena rumus tersebut mengebiri kewenangan gubernur untuk menetapkan upah minimum dan dewan pengupahan daerah untuk melakukan survey komponen hidup layak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News