kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.921   9,00   0,06%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Buruh akan mogok kerja nasional menolak upah murah


Selasa, 08 Oktober 2013 / 12:50 WIB
Buruh akan mogok kerja nasional menolak upah murah
ILUSTRASI. IHSG melemah tipis 0,001% ke level 7.148,72 pada penutupan perdagangan Kamis (2/6).


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, ada tiga alasan serikat buruh menolak Instruksi Presiden no 9 tahun 2013 tentang pengaturan upah minimum. Penolakan tersebut akan diwujudkan dengan Mogok Nasional pada 28-30 oktober 2013 di 20 provinsi seluruh Indonesia.

Tiga alasan tersebut adalah pertama, dalam Inpres ini dikatakan bagi daerah yang upah minimumnya sudah di atas Kebutuhan Hidup Layak (KHL), maka dilakukan perundingan bipatrit antara pengusaha dan serikat pekerja untuk membahas kenaikan upah. "Hal ini jelas menunjukan pemerintah tidak mengerti konstitusi karena dalam UU no 13 tahun 2003, jelas disebutkan bahwa upah minimum ditetapkan oleh pemerintah sebagai jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin," kata Said di Jakarta, Selasa (8/10/2013).

Sedangkan penetapan upah oleh bipatrit, kata Said, dilakukan di tingkat perusahaan untuk buruh yang bermasa kerja di atas satu tahun yang disebut dengan kenaikan upah berkala bukan kenaikan upah minimum. "Karena, upah minimum diberikan untuk buruh yang bermasa kerja di bawah 1 tahun," tambahnya.

Alasan kedua, penetapan Inpres tersebut sangat mubazir dan pemerintah terkesan ditekan oleh pengusaha, karena semua isi Inpres tersebut sudah diatur semuanya di dalam UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, permenakertrans no 13 tahun 2012, permenakertrans 01 tahun 1999 yang menyatakan bahwa penetapan upah minimum didasarkan pada survei biaya hidup yang dikenal dengan istilah Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

"Tetapi, dalam Inpres tersebut menjadi blunder karena penetapan upah minimum di bawah KHL didasarkan kepada jenis industri padat karya dan non padat karya, jelas hal ini bertentangan dengan UU," jelasnya.

Seharusnya, lanjut Said, pemerintah tidak perlu mengeluarkan Inpres tetapi lebih baik berdiskusi dengan buruh dan pengusaha untuk menentukan berapa jumlah item KHL yang wajar agar tidak terjadi perselisihan antara pengusaha dan buruh (dimana usulan buruh item KHL berjumlah 84 item, sedangkan sikap pemerintah dan pengusaha item KHL berjumlah 60 item).

Alasan ketiga, Inpres tersebut melanggar konvensi ILO no 87 dan no 98 serta bertentangan dengan UU no 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja. Serta berpotensi terjadi pelanggaran hak azasi manusia (HAM) di lapangan karena dalam Inpres tersebut memerintahkan kepolisian RI turut campur dan terlibat dalam proses penetapan upah minimum.

"Ini berarti, pemerintah menarik kepolisian kembali ikut campur dalam persoalan hubungan industrial. Oleh karenanya tidak ada urusan kepolisian dengan penetapan upah minimum, kalau memang khawatir dengan aksi-aksi buruh maka pendekatannya adalah melalui UU no 9 tahun 98, UU no 21 tahun 2000, dan UU no 13 tahun 2003, bukan melalui Inpres," harapnya.

Maka KSPI akan mengajukan gugatan ke ILO terhdap Inpres ini dan bila mana perlu melakukan gugatan ke komisi tinggi HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). (Didik Purwanto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×