Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Mesti Sinaga
JAKARTA. Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan, perombakan Kabinet Kerja merupakan langkah tepat karena kinerja menteri yang dulu kurang maksimal. Dwi memberi nilai menteri-menteri yang baru dilantik dari poin 6 - 7 dari skala 10.
"Aku menilai 6, maksimal 7, karena rekam jejaknya belum keliatan sama sekali," ungkap Adreas kepada Kontan pada Rabu (12/8).
Andreas menilai Darmin Nasution yang sekarang menjadi Menteri Koordinator Ekonomi harus menguasai ekonomi makro Indonesia. "Dulu Darmion di BI tugasnya membahas masalah moneter. Ketika kita bicara masalah ekonomi dalam skala jauh lebih besar, barang tentu berbeda. Ketika menjadi Menko ya, harus menguasai semuanya," tutur Andreas.
Sedangkan pemilihan Thomas Trikasih Lembong sebagai Menteri Perdagangan menurut Andreas cukup berisiko. "Ini nama yang tiba-tiba muncul dengan rekam jejak yang semua orang tidak tahu. Ini cukup berisiko," kata Andreas.
Andreas menyarankan agar Thom belajar cepat dan mampu memberi berbagai kebijakan yang lebih efektif, khususnya di bidang padangan. Sebab, pangan merupakan instrumental sangat penting karena itu masalah pangan merupakan tugas paling mendesak yang harus segera dibenahi Thom.
"Okelah, rupiah jatuh sangat tajam, kalau pangan aman, maka negara tersebut masih aman-aman saja. Tetapi moneter gagal, pangan gagal maka itu bencana," kata Andreas.
Ada dua langkah yang bisa diambil oleh Thomas dalam sektor pangan. Pertama menstabilkan harga pangan pada level tertentu dan menahan gejolak-gejolak yang dapat merugikan pihak produsen (petani dan peternak).
"Saat ini harga sapi yang tinggi, ada kecenderungan bagi produsen untuk melepaskan sapinya. Itu aset yang luar biasa bagi mereka. Saat sapi dilepas, maka populasi sapi lokal semakin menurun, harga semakin melambung," jelas Andreas.
Kedua, data. Menurut Andreas data merupakan hal yang sangat penting. "Data di kita betul-betul amburadul. Terutama terkait data pangan dan pertanian. Data salah berarti bencana," tandas Andreas.
Andreas menilai sumber permasalahan lonjokan harga sapi saat ini adalah masalah data. Menurutnya data di Kementerian Pertanian tidak akurat. "Hendaknya terdapat kesepahaman antara kementerian di Indonesia. Saat data salah, maka kebijakan yang dikeluarkan keliru, kalau kebijakan salah juga, maka rakyat yang menanggung dampaknya," ujar Andreas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News