Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sepakat untuk melanjutkan bagi beban pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tahun depan. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan penanggulangan pandemi virus corona, sambil meminimalisasi dampak negatif lonjakan utang terhadap daya tahan fiskal.
Dalam draf Rapat Kerja antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BI, dan Komisi XI DPR RI yang diterima Kontan.co.id, pembelian surat berharga negara (SBN) oleh bank sentral untuk APBN 2022 dipatok sebesar Rp 224 triliun. Angka tersebut lebih tinggi 4% dari burden sharing atas APBN 2021 yang hanya mencapai Rp 215 triliun.
Untuk itu Kemenkeu bersama BI akan membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) III untuk melaksanakan burden sharing yang akan mulai berlaku pada sejak tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2022. Di dalamnya mengatur ada tujuh poin penting yang diatur otoritas fiskal dan otoritas moneter.
Pertama, SBN yang dibeli oleh BI dalam mata uang rupiah. Kedua, SBN memiliki jangka waktu panjang dengan tenor 5 tahun, 6 tahun, 7 tahun, dan 8 tahun. Ketiga, SBN bersifat tradable dan marketable.
Baca Juga: Alasan Ditjen Pajak pasang target tinggi penerimaan PPN tahun 2022
Keempat, seri SBN baru (new issuance) dan/atau penerbitan kembali (reopening). Kelima, tingkat bunga/imbalan mengambang atau variable rate dengan penyesuaian tingkat bunga/imbalan dilakukan setiap tiga bulan.
Keenam, pemerintah-BI akan menggunakan tingkat Suku Bunga Reserve Repo Bank Indonesia tenor 3 bulan berdasarkan rata-rata tertimbang lelang akhir. Ketujuh, metode pembelian Surat Utang Negara (SUN) dan/atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dilakukan dengan cara private placement.
Adapun, dalam SKB III burden sharing APBN 2022 yang tengah disusun terbagi menjadi dua cluster. Pertama, cluster A yakni mengatur sebanyak Rp 40 triliun nominal SBN yang beli oleh BI. Dalam hal ini BI akan menanggung seluruh biaya bunganya.
Artinya pemerintah mendapatkan untung karena tak perlu bayar imbalan kepada bank sentral. Cluster A tersebut akan digunakan oleh pemerintah untuk penanganan kesehatan, termasuk program vaksinasi.
Kedua, kluster B yakni sebesar Rp 184 triliun dari SBN yang dibeli BI, pemerintah akan menanggung biaya bunga sebesar suku bunga BI tenor 3 bulan. Utang yang memiliki bunga rendah tersebut direncanakan guna penanganan kesehatan terkait Covid-19 selain yang sudah ditetapkan dalam cluster A.
Baca Juga: Ini jurus pemerintah kejar penerimaan PPN yang ditargetkan naik 10% pada tahun depan
Selain itu, pemerintah akan menggunakan utang tersebut untuk penanganan kemanusiaan dalam bentuk pendanaan dalam berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat atau usaha kecil yang terdampak pandemi.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo memang tak mengelak kalau pihaknya bersedia membeli SBN tahun depan dalam mekanisme burden sharing. Sebab, secara payung hukum, bagi beban pemerintah-BI masih diperbolehkan hingga tahun 2022 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020.
“Tentu saja partisipasi BI dalam pembiayaan APBN dimungkinkan dan diperbolehkan (burden sharing). Namun, terkait dengan pembiayaan fiskal di tahun depan, pemerintah sedang dalam proses pembahasan. Pada waktunya saya dan Bu Menteri Keuangan (Menkeu) akan memberikan penjelasan terkait hal ini,” kata Perry saat Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (19/8).
Selanjutnya: Sri Mulyani: Perubahan iklim adalah tantangan nyata yang dihadapi seluruh dunia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News