kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.172   20,00   0,12%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Bunga The Fed naik, potensi ULN makin tertahan


Jumat, 17 Maret 2017 / 22:40 WIB
Bunga The Fed naik, potensi ULN makin tertahan


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) berpeluang menaikkan biaya pinjaman (cost of borrowing). Hal tersebut diperkirakan akan semakin menekan swasta dalam menarik utang luar negeri (ULN).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo sebelumnya pernah bilang, dampak kenaikan bunga The Fed akan terasa hingga tiga tahun ke depan, khususnya bunga pinjaman (cost of borrowing) dalam bentuk dollar AS. Agus juga mewanti-wanti agar masyarakat dan korporasi bersiap menghadapi hal tersebut.

Bulan ini, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunganya. Pasca pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Kamis (17/6) dini hari lalu, BI memproyeksi The Fed masih akan menaikkan suku bunganya dua kali lagi hingga akhir tahun.

Sementara itu berdasarkan laporan BI, ULN swasta pada per akhir Januari 2017 tercatat sebesar US$ 159 miliar, kembali turun 4,3% yoy. Penurunan ULN swasta ini telah terjadi sejak tahun 2015 lalu, terutama untuk korporasi di sektor komoditas sejalan dengan turunnya harga sejumlah komoditas.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, potensi kenaikan cost of borrowing karena adanya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS tersebut bisa menjadi disinsentif bagi korporasi dalam menarik pinjaman luar negerinya.

Di sisi lain, ia mengakui pertumbuhan ekonomi domestik membaik karena permintaan rumah tangga masih kuat. Namun menurutnya, hal tersebut tak serta merta membuat perusahaan melakukan ekspansi bisnisnya.

"(Permintaan) itu direspon perusahaan dengan inventori, bukan ekspansi yang baru," kata Lana kepada KONTAN. Catatan Lana, utang korporasi yang tidak dicairkan mencapai 30%. Artinya lanjut dia, pelaku usaha masih mengurangi pinjaman dari perbankan.

Lana juga mengaku, korporasi bisa melakukan hedging ULN-nya, walaupun biaya hedging tersebut menjadi lebih mahal. Namun menurutnya, hal tersebut mau tidak mau dilakukan perusahaan. Sebab, biaya ULN yang tidak di hedging juga akan lebih mahal.

ULN swasta ke depan masih akan tertahan karena faktor meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, dollar AS yang berpotensi menguat, dan masih adanya rencana kenaikan suku bunga The Fed hingga akhir tahun. "Sampai enam bulan ke depan masih tertahan," ujar Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×