kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Bukan Insentif, Kelas Menengah Lebih Butuh Lapangan Pekerjaan di Sektor Formal


Rabu, 07 Agustus 2024 / 18:22 WIB
Bukan Insentif, Kelas Menengah Lebih Butuh Lapangan Pekerjaan di Sektor Formal
ILUSTRASI. Berdasarkan Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI), populasi kelas menengah terus menurun sejak tahun 2018.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Populasi kelas menengah di Indonesia semakin turun.  Berdasarkan Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI), populasi kelas menengah terus menurun sejak tahun 2018. 

Pada tahun 2023, kelas menengah di Indonesia mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8% dari total populasi. Namun, jumlah penduduk kelas menengah baru-baru ini mengalami penurunan.

Kemudian, pada tahun 2023, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah mencapai 82,3% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Calon kelas menengah menyumbang 45,5% dan kelas menengah menyumbang 36,8%.

Ini menandai peningkatan dari tahun 2014, di mana kelompok-kelompok ini masing-masing menyumbang 41,8% dan 34,7% dari konsumsi. Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir.

Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4% pada tahun 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9% pada periode yang sama.

"Penurunan ini menunjukkan pengurangan konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka," dikutip dari Laporan LPEM FEB UI.

Baca Juga: Menuju Negara Berpenghasilan Tinggi, Indonesia Perlu Genjot Kualitas Investasi

LPEM FEB UI memandang, kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara, menyumbang 50,7% dari penerimaan pajak. Sementara calon kelas menengah menyumbang 34,5%. Kontribusi tersebut sangat penting untuk mendanai program pembangunan publik, termasuk investasi infrastruktur dan sumber daya manusia.

"Untuk mendukung investasi tersebut, sangat penting untuk menjaga daya beli, baik kelas menengah maupun calon kelas menengah," tulis laporan tersebut.

Kepala Ekonomi Citi Indonesia Helmi Arman mengatakan, untuk menjaga daya beli kalangan menengah, maka pemerintah perlu melakukan reformasi struktural agar mendongkrak pertumbuhan investasi ke level high single digit bahkan double digit. Hal tersebut bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak, khususnya di sektor formal.

"Ini yang akan menciptakan lapangan kerja yang bisa mengimbangi pertumbuhan labor force kita.Yang setahun ini bisa 2-3 juta orang yang bertambah," ujar Helmi di Jakarta, Selasa (7/8).

Senada, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan pemerintah perlu menggenjot investadi di Indonesia pada sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Menurutnya, hal tersebut sangat penting dilakukan untuk menjaga daya beli kelas menengah.

"Karena memang job opportunity atau kesempatan kerja itu agak menurun Termasuk jumlah pekerja informalnya yang meningkat. Penyerapan tenaga kerjanya yang penting," kata David.

Dalam kondisi fiskal saat ini yang terbatas, David melihat bahwa pemberian insentif fiskal bukan menjadi solusi untuk menjaga daya beli kelas menengah.

"Insentif PTKP itu kelihatannya gak mungkin, karena kan dari sisi fiskal pemerintah juga terbatas. Mungkin lebih cocok dari sisi investasinya yang didorong," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×