Reporter: Adinda Ade Mustami, Dadan M. Ramdan, Surtan PH Siahaan | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Aksi penyanderaan terjadi di tiga kota: Jakarta, Surabaya, dan Palembang. Peristiwa itu terjadi masing-masing pada 30 Januari 2015,
3 Februari 2015, dan 5 Februari 2015. Total ada lima orang disandera: satu di Jakarta, tiga di Surabaya, satu lagi di Palembang. Pelaku penyanderaan
petugas dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Tenang, tiga aksi penyanderaan ini bukan seperti yang terjadi di Australia dan Prancis beberapa waktu lalu. Ini merupakan upaya paksa badan terhadap para penunggak pajak. Ditjen Pajak melakukan sandera (gijzeling) dengan “menje-bloskan” mereka ke bui. “Kami masukkan mereka ke penjara,” kata Sigit Priadi Pramudito, Direktur Jenderal Pajak.
Kelima penunggak pajak yang disandera itu, pertama, seorang pria berinisial SC sebagai penanggung pajak PT GDP, perusahaan penanaman modal asing di Jakarta. SC yang menunggak pajak Rp 6 miliar dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Salemba. Kedua dan ketiga, pria dengan inisial IS dan wanita OHL, penanggung pajak PT PWD di Surabaya, dengan utang pajak Rp 2,99 miliar. IS mendekam di Lapas Kelas I Porong, sedang OHL di Lapas Wanita Sukun, Malang.
Keempat, perempuan berinisial KMS yang merupakan penanggung pajak PT SPT di Surabaya. KMS dijebloskan ke Lapas Wanita Sukun menunggak pajak sebesar Rp 900 juta. Kelima, lelaki berinisial DJ, penanggung pajak PT KSC di Palembang yang menunggak pajak Rp 1,96 miliar. Kini DJ disandera di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Palembang.
Rencananya, Ditjen Pajak bakal mengeksekusi penyanderaan terhadap 31 pengemplang pajak. “Tahap pertama yang akan kami gijzeling sebanyak 11 wajib pajak dari 31 wajib pajak,” ungkap Mardiasmo, Wakil Menteri Keuangan.
Sebanyak tujuh wajib pajak di antaranya berasal dari Jawa Timur. Ken Dwijugiasteadi, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jawa Timur I, bilang, total utang pajak ketujuh wajib pajak yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) Rp 8,12 miliar.
Sementara di Jawa Tengah ada 10 wajib pajak yang bakal disandera, dengan total tunggakan mencapai Rp 229 miliar. Kanwil Ditjen Pajak Jawa Tengah II sudah menyiapkan Lapas Kelas II A Purwokerto sebagai lokasi penyanderaan.
Dadang Suwarna, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, menjelaskan, gijzeling merupakan perintah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). Tapi, penyanderaan hanya bisa dilakukan atas wajib pajak yang memiliki utang pajak minimal Rp 100 juta.
Penyanderaan paling lama enam bulan dan bisa diperpanjang selama setengah tahun. “Penyanderaan penanggung pajak mencakup orang pribadi atau badan,” ujar Dadang. Untuk badan, penyanderaan dikenakan terhadap mereka yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, juga wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak. Yang termasuk dalam pengertian wakil bagi wajib pajak badan adalah pengurus, komisaris, serta pemegang saham.
Umumkan nama
Sebelum melakukan penyanderaan, Ditjen Pajak akan menempuh sejumlah cara agar para pengemplang pajak membayar tunggakan. Mulai teguran, penyitaan aset, pemblokiran rekening, sampai pencekalan bepergian ke luar negeri.
Sandera baru bisa dilepaskan kalau utang pajak dan biaya penagihan pajak sudah dibayar lunas. Dan, itu sudah dilakukan oleh tiga sandera dari Jawa Timur. “Mereka telah membayar utang pajaknya, Rabu (4/2) pekan lalu,” kata Dadang.
Pelaku usaha mengapresiasi upaya Ditjen Pajak dalam mengejar penerimaan pajak lewat gijzeling, sehingga kepatuhan wajib pajak bisa meningkat. “Gijzeling efektif bagi objek pajak dari kalangan pengusaha, karena bisa mencoreng nama baik,” sebut Johny Syafruddin, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GBPSI). Soalnya, nama baik di mata pengusaha merupakan modal penting dalam menjalankan bisnis mereka.
Tapi, menurut Johny, efeknya bakal lebih luar biasa lagi jika Ditjen Pajak berani mengumumkan nama-nama para pengemplang pajak yang disandera, tidak hanya inisial.
Sandiaga S. Uno, pemilik perusahaan tambang PT Merdeka Copper & Gold, mengamini pernyataan Johny. “Gijzeling akan menjadi shock therapy yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan,” tegasnya.
Meski begitu, Sandiaga mengingatkan, upaya Ditjen seharusnya tidak berhenti sampai di penyanderaan. Ditjen Pajak juga mesti segera memperluas basis pajak. Berdasarkan data Ditjen Pajak tahun 2014, dari lima juta badan usaha, baru 11% yang taat membayar pajak. “PR-nya adalah, bagaimana menjangkau yang selama ini tidak tersentuh,” kata dia.
Yustinus Prastowo, pengamat pajak, menganggap gijzeling sebagai langkah yang efektif secara politis. Artinya, jika mau dilihat sebagai sinyal yang menunjukkan keseriusan Ditjen Pajak memungut pajak, upaya itu cukup sukses.
Tapi, bila targetnya adalah tekanan psikologis, Ditjen Pajak harus mengumumkan secara masif para penunggak pajak yang akan disandera. Sebab, Yustinus bilang, selama ini kantor pajak kurang terbuka mengumumkan hal itu. Jadi, ke depan, Ditjen Pajak kudu mempermalukan mereka secara sosial. “Kalau ada yang dipaksa badan, tak perlu inisial, ini baru berefek jera,” ucap Yustinus. Bahkan, kalau ingin gaung gijzeling lebih kencang lagi, Yustinus menyarankan Ditjen Pajak tak segan-segan menggiring pengusaha ternama dan perusahaan besar yang punya utang pajak jumbo.
Cuma, keberhasilan gijzeling juga harus dilihat dari sisi lain, yakni sejauh mana berdampak pada pembayaran tunggakan pajak. Berkaca dari pengalaman 2000 lalu, pemerintah pernah menerapkan upaya serupa tapi hasilnya kurang sukses. “Saya pikir, setelah isu ini memberi tekanan pada publik, yang harus dioptimalkan adalah pemblokiran, penyitaan, dan lelang aset,” pesan Yustinus.
Yang jelas, daftar pengemplang pajak yang bakal disandera bertambah panjang. Selama 2014 hingga 26 Januari 2015, Ditjen Pajak sudah memproses 568 usulan pencegahan terhadap penanggung pajak. Mereka terdiri dari 479 wajib pajak badan dan 89 wajib pajak perorangan, dengan tagihan mencapai Rp 3,76 triliun. Jika tak juga membayar utang-utangnya, maka Ditjen Pajak akan mengeksekusi penyanderaan.
Penjara sudah menanti.
Siapa lagi yang akan menyusul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News