CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   -30.000   -1,94%
  • USD/IDR 15.740   98,00   0,62%
  • IDX 7.244   -140,01   -1,90%
  • KOMPAS100 1.117   -21,26   -1,87%
  • LQ45 887   -14,43   -1,60%
  • ISSI 220   -4,35   -1,94%
  • IDX30 457   -6,42   -1,38%
  • IDXHIDIV20 554   -6,30   -1,12%
  • IDX80 128   -2,00   -1,53%
  • IDXV30 139   -0,11   -0,08%
  • IDXQ30 153   -1,86   -1,20%

BPKP Sebut Ketidakefektifan Pembangunan Daerah Tahun 2023 Capai Rp 141 triliun


Kamis, 07 November 2024 / 15:11 WIB
BPKP Sebut Ketidakefektifan Pembangunan Daerah Tahun 2023 Capai Rp 141 triliun
ILUSTRASI. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh memberikan keterangan pers terkait kerugian negara dalam kasus korupsi timah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024). Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 mencapai Rp300 triliun. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nym.


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan efektivitas pembangunan daerah masih terkendala kurangnya kapasitas dan kapabilitas pemerintah daerah dalam merancang perencanaan dan penganggaran. 

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh menegatakan isu kualitas perencanaan pada pemerintah daerah ditemukan mulai dari penetapan besaran anggaran pembangunan hingga penganggaran belanja yang berpotensi tidak efektif. Hal itu karena tidak dirancang dalam perencanaan berdasarkan alur logika program. 

"Hasil pengawasan kami masih melihat angka yang sangat tinggi tentang ketidakefektifan dan ketidakefisienan," jelas Yusuf dalam  Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2024, Kamis (7/11). 

Baca Juga: Ruang Fiskal Sempit Masih Jadi Penghambat Pembangunan Daerah

Yusuf mengatakan BPKP pada tahun 2023 lalu, mengambil lima sampel pada lima sektor. Pertama ketahanan pangan, kemudian daya saing para wisata, pemberdayaan UMKM, dan anggaran tentang stunting dan kemiskinan. Hasil pengawasan BPKP masih melihat angka yang sangat tinggi tentang ketidak efektifan dan tidak efisien,  masih mencapai rata-rata 53%. 

"Itu kalau rupiahnya itu yang tidak efektif dan tidak efisien itu hampir melebihi Rp 141 triliun," ujarnya. 

Yusuf melihat yang menjadi akar masalahnya adalah perencanaan penganggaran masih banyak yang belum jelas ukurannya. Menurutnya konstruksi logika perencanaan pembangunan di daerah perlu diperbaiki. Aktivitas dan belanja pemerintah daerah berpotensi tidak efektif karena rancangan logika programnya tidak baik, tidak berorientasipada hasil, tidak dapat iukur dan tidak dilengkapi dengan indikator atau target yang tepat. 

"Masih ditemukan juga pengalokasian anggaran tanpa didasari basis perencanaan. Perencanaan pemerintah daerah tidak diikuti dengan system perencanaan yang memadai.," ungkapnya. 

Selanjutnya: Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 15.740 Per Dolar AS Hari Ini, Paling Perkasa di Asia

Menarik Dibaca: 15 Tanda-Tanda Diabetes Semakin Parah yang Perlu Anda Waspadai

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×