kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   3,00   0,02%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

BPK temukan potensi kerugian negara Rp 20,25 T


Selasa, 03 April 2012 / 13:25 WIB
BPK temukan potensi kerugian negara Rp 20,25 T
Kim Seon Ho aktor Start-Up akan membintangi drama Korea terbaru tvN.


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Edy Can


JAKARTA. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah pada semester II 2011 menunjukkan adanya potensi kerugian negara sebesar Rp 20,25 triliun. Potensi kerugian itu ditemukan pada 12.612 kasus.

Dalam laporan yang disampaikan ke DPR, BPK menemukan sebanyak 4.941 kasus senilai Rp 13,25 triliun yang berpotensi merugikan negara akibat ketidakpatuhan. Sementara sebanyak 1.056 kasus senilai Rp 6,99 triliun akibat pemborosan. “Sesuai ketentuan perundang-undangan, laporan BPK harus ditindaklanjuti,” ujar Ketua BPK Hadi Poernomo dalam sidang paripurna, Selasa (3/4).

Dalam pemeriksaan kali ini, BPK mengaudit sebanyak 927 objek pemeriksaan. Rinciannya, 166 pemeriksaan keuangan, 143 pemeriksaan kinerja dan 618 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

BPK mencatat, temuan ini karena adanya kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah/perusahaan. “Kami merekomendasikan agar penyetoran atau penyerahan aset tersebut bisa lebih optimal dan harus ada perbaikan sistem pengendalian internal,” ujar Poernomo.

Kerugian Rp 1,66 triliun

BPK juga menemukan kasus kerugian negara di 2.319 kasus senilai Rp 1,66 triliun. Auditor negara ini mengatakan, kerugian ini akibat belanja fiktif, kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang, kelebihan pembayaran selain kekurangan volume dan beberapa kasus pemahalan harga (mark up).

Sementara kasus pembayaran honorarium atau biaya perjalanan dinas ganda, fiktif yang melebihi standar dan penggunaan uang untuk kepentingan pribadi sebanyak 180 kasus atau 7,76% dari seluruh kasus kerugian senilai Rp34,59 miliar. “Kasus ini banyak ditemukan pada laporan keuangan pemerintah daerah,” sebut Hadi.

BPK juga menemukan kasus pengenaan tarif pajak atau penerimaan negara bukan pajak lebih rendah dari ketentuan sebanyak 153 kasus atau 7,74% dari seluruh kasus kekurangan penerimaan senilai Rp 79,90 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×