kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPJS Watch: Tingkatkan Kepesertaan dengan Pengawasan Ketenagakerjaan Berkualitas


Rabu, 22 Juni 2022 / 20:24 WIB
BPJS Watch: Tingkatkan Kepesertaan dengan Pengawasan Ketenagakerjaan Berkualitas
ILUSTRASI. Pelayanan peserta di kantor BPJS Ketenagakerjaan cabang Sudirman, Jakarta, Selasa (15/2/2022). BPJS Watch: Tingkatkan Kepesertaan dengan Pengawasan Ketenagakerjaan Berkualitas.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pengawas Ketenagakerjaan memegang peran sangat penting untuk memastikan kepatuhan Badan Usaha (BU) mendaftarkan pekerjanya ke Program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

Koordinator Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menuturkan, sayangnya peran Pengawas Ketenagakerjaan selama ini belum maksimal untuk memastikan hukum positif ketenagakerjaan termasuk hukum jaminan sosial berjalan dengan baik, dan dipatuhi oleh seluruh pengusaha.

Adapun, permasalahan klasik Pengawasan Ketenagakerjaan berkisar pada beberapa hal, diantaranya. Pertama, jumlah Pengawas Ketenagakerjaan yang tidak berimbang dengan jumlah perusahaan yang diawasi.

Hingga triwulan IV tahun 2020, jumlah Pengawas Ketenagakerjaan seluruh Indonesia sebanyak 1.686 orang. Sementara jumlah perusahaan hingga tahun 2021 berdasarkan Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) Online telah mencapai 343.000 perusahaan. Rasionya 1 Pengawas mengawasi 203 perusahaan.

Baca Juga: BP Jamsostek: 63% Perusahaan Patuh dalam Menjalankan Kepesertaan

"Tentunya rasio ini tidak ideal dan sulit melakukan pengawasan yang berkualitas. Rasio yang ideal sekitar 1:48 sehingga dalam 1 bulan seorang pengawas ketenagakerjaan dapat mengawasi 4 perusahaan," jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (21/6).

Kedua, Timboel menilai, mentalitas oknum pengawas Ketenagakerjaan yang masih suka bermain dengan pengusaha ketika melakukan pengawasan. Pasalnya, masih ada laporan terkait proses pengawasan yang tidak selesai, walaupun ada pelanggaran.

Ketiga, Mekanisme Kerja Pengawas Ketenagakerjaan dan Kontrolnya yang tidak transparan. Selama ini pengawasan terhadap kinerja pengawas ketenagakerjaan masih dilakukan di internal, inspektorat pemda tingkat I atau di Kementerian.

"Ada Komite Pengawasan namun tidak memiliki kewenangan untuk menindak pengawas yang melakukan fraud. Seharusnya pengawasan terhadap kinerja pengawas ketenagakerjaan dilakukan oleh badan independen yang memiliki kewenangan untuk menindak pengawas ketenagakerjaan yang berbuat curang," imbuhnya.

Keempat, Output hasil pengawasan ketenagakerjaan berupa Nota Pemeriksaan tidak terinformasi kepada pekerja yang melaporkan.

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Siap Berikan Klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

Terdapat tiga tugas pengawas ketenagakerjaan yaitu Preventif-Edukatif atau pencegahan, Represif Non-Yutisial atau upaya paksa di luar pengadilan dengan output Nota Pemeriksanaan, dan Refresif Yustisial yakni upaya paksa melalui Lembaga pengadilan dengan proses penyidikan.

Namun, selama ini proses pengawasan berhenti di Represif Non-Yutisial sehingga tidak tuntas, dan ini yang mengakibatkan jumlah pekerja yang didaftarkan di BPJS Ketenagakerjaan belum maksimal.

Menurut BPS per akhir 2021, jumlah pekerja formal swasta sebanyak 49 juta orang, namun yang menjadi peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sebanyak 21 jutaan. Ia menambahkan, apabila digabung dengan peserta Jasa Kontruksi dan Bukan Penerima Upah dan PMI mencapai 32,3 juta peserta.

"Seharusnya upaya pengawasan dilanjutkan ke Refresif Yutisial sehingga bisa memberikan efek jera bagi Badan Usaha Swasta yang tidak juga mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan," paparnya.

Baca Juga: Wapres Serahkan Manfaat dan Beasiswa BPJS Ketenagakerjaan Bagi Pekerja di Jambi

Hadirnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2021 seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas kerja pengawas ketenagakerjaan, Pengawas Pemeriksa (Wasrik) BPJS Ketenagakerjaan, Kepolisian dan Kejaksaan untuk memproses ketidakpatuhan Badan Usaha terhadap kewajiban mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan.

Tidak hanya itu, Inpres No. 2 tersebut juga mewajibkan adanya sinkronisasi data antara data Sisnaker di Kementerian Ketenagakerjaan, data upah di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

Dengan sinkronisasi data yang baik antar-lembaga tersebut diharapkan kepesertaan pekerja penerima upah di BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan akan semakin meningkat.

"Dan tentunya sinkronisasi data upah pun akan menurunkan tingkat kecurangan pendaftaran upah ke dua BPJS. Selama ini masih banyak badan usaha yang mendaftarkan upah, sebagai basis pembayaran iuran, tidak sesuai dengan upah riil yang diterima pekerja," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×