Reporter: Nadya Zahira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diprediksi bakal mengalami defisit sebesar Rp 20 triliun pada 2024 ini, seiring estimasi kenaikan belanja yang mencapai Rp 176 triliun.
Menanggapi hal ini, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan bahwa ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk menanggulangi potensi defisit dari BPJS Kesehatan.
Dia menilai, defisit ini terjadi karena jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung pemerintah meningkat drastis, dari yang sebelumnya hanya sedikit masyarakat memanfaatkan layanan kesehatan.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Alokasikan Rp 750 Miliar untuk Pengobatan Tiroid Sepanjang 2023
“Kenapa yang memanfaatkan layanan ini dulu sedikit? Karena ketidaktahuan akan hak akses kesehatan gratis serta terbatasnya fasilitas kesehatan yang tersedia,” kata Wijayanto yang juga sempat menjadi Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi 2014–2019 dan turut memantau BPJS Kesehatan kepada Kontan, kepada Kontan.co.id, Rabu (13/11).
Namun, dia mengatakan bahwa situasi itu berubah drastis setelah pandemi Covid-19. Mayoritas peserta PBI kini lebih sadar akan hak-haknya dan akses terhadap fasilitas kesehatan semakin mudah.
“Sehingga terjadi perubahan drastis dari jarang memanfaatkan, menjadi melakukan abuse dan memanfaatkan secara berlebihan. Dari moral ignorance menjadi moral hazard yang ujung-ujungnya makin masif yang berujung pada defisit,” kata dia.
Baca Juga: Usul Jumlah BUMN Dipangkas, Erick Thohir Ungkap Rencana Konsolidasi BUMN Dana Pensiun
Untuk mengatasi tantangan ini, Wijayanto mengatakan perlu adanya strategi yang lebih komprehensif untuk menjaga keberlangsungan BPJS Kesehatan.
Pertama, meningkatkan kegiatan preventif di antaranya mendorong lebih banyak kegiatan olahraga dan pendidikan pola hidup sehat, terutama di kalangan masyarakat bawah, agar insiden penyakit dapat dikurangi.
Dengan begitu, ia berharap permintaan terhadap layanan kesehatan berkurang dan beban BPJS Kesehatan pun lebih ringan.
Kedua, menyesuaikan indikator kinerja BPJS Kesehatan dari yang awalnya menargetkan semakin banyak peserta terlayani, menjadi semakin sedikit peserta yang membutuhkan layanan kesehatan, dengan tetap menjaga kualitas layanan.
Baca Juga: Mantan Menteri Dapat Jaminan Kesehatan, Begini Penjelasan Kemenkeu
Ketiga, melakukan penyesuaian kebijakan cakupan layanan. Di mana, secara bertahap melakukan penyesuaian kebijakan terkait jenis penyakit yang dikaver, sehingga tidak semua sakit yang dicegah bisa dikaver penuh oleh BPJS Kesehatan.
Keempat, melakukan forecasting jangka panjang. Hal tersebut untuk meningkatkan prediksi jangka panjang terkait pengeluaran dan penerimaan dana, baik dari kontribusi swasta, individu, maupun pemerintah, untuk mengantisipasi potensi defisit.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Gelar ToT K3 untuk 400 Pekerja Sawit, Harap Turunkan Kecelakaan
Kelima, mempertimbangkan perluasan penerapan cost sharing oleh pasien untuk menekan moral hazard.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News