Sumber: Kompas.com | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Ia melarang pemda mengambil kebijakan itu. "Kebijakan lockdown baik di tingkat nasional dan tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tak boleh diambil oleh pemda. Dan tak ada kita berpikiran untuk kebijakan lockdown," kata Jokowi tanpa merinci lebih jauh alasan melarang lockdown.
Selanjutnya, saat rapat dengan gubernur seluruh Indonesia lewat video conference, Selasa (24/3), Jokowi juga kembali menyinggung soal lockdown. Jokowi menyebut, ia kerap mendapat pertanyaan kenapa tak melakukan lockdown seperti negara-negara lain.
Lagi-lagi Jokowi tak mengungkap alasan yang gamblang. Ia hanya menegaskan, setiap negara memiliki karakter dan budaya yang berbeda-beda. "Perlu saya sampaikan bahwa setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda, memiliki budaya yang berbeda, memiliki kedisiplinan yang berbeda-beda. Oleh karena itu kita tidak memilih jalan itu (lockdown)," kata Jokowi.
Baca Juga: Ini 3 skenario pandemi virus corona mereda di Indonesia
Meski demikian, arahan Jokowi itu diabaikan oleh sejumlah kepala daerah. Sejumlah daerah tetap memutuskan untuk melakukan karantina wilayah atau local lockdown dengan caranya masing-masing, misalnya terjadi di Tegal, Tasikmalaya, Papua, Makasar, Ciamis dan Surabaya.
Belakangan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan surat permohonan untuk karantina wilayah ibu kota kepada pemerintah pusat. Pembatasan sosial berskala besar Banyaknya pemerintah daerah yang tetap melakukan lockdown membuat pemerintah pusat sempat mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tentang karantina wilayah.
PP ini akan menjadi aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD tak lama setelah menerima surat dari Anies.
Namun, pada akhirnya opsi untuk menerbitkan PP Karantina Wilayah itu ditolak Presiden Jokowi. Jokowi justru menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Baca Juga: Penambahan Rp 405 triliun di APBN untuk tangani Covid-19 belum mampu ungkit IHSG
Skema PSBB ini juga sebenarnya diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Bedanya, pembatasan dengan skema PSBB tidak seketat karantina wilayah. Pemerintah juga tidak harus menanggung kebutuhan hidup warga selama PSBB diberlakukan.
Dengan terbitnya PP PSBB ini, Presiden Jokowi pun meminta kepala daerah untuk satu visi menangani pandemi virus corona. Sebab, sudah ada payung hukum yang jelas bagi pemerintah daerah untuk bertindak. "Jangan membuat acara sendiri-sendiri sehingga kita dalam pemerintahan juga berada dalam satu garis visi yang sama," kata Jokowi.
Dengan PP yang baru diteken ini, setiap kepala daerah bisa melakukan penerapan PSBB jika menganggap daerahnya sudah rawan penyebaran Covid-19. Namun, PSBB tersebut tetap harus diusulkan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan.
Baca Juga: Menkeu tambah suntikan Rp 3 triliun ke BPJS Kesehatan
Jokowi juga kembali menekankan, dengan terbitnya aturan ini, pemda dilarang melakukan lockdown atau karantina wilayah. "Bahwa ada pembatasan sosial, pembatasan lalu lintas itu pembatasan wajar karena pemerintah daerah ingin mengontrol daerahnya masing-masing. Tapi sekali lagi, tidak dalam keputusan besar misalnya karantina wilayah dalam cakupan gede, atau (istilah) yang sering dipakai lockdown," kata dia. (Ihsanuddin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jokowi Akhirnya Blak-blakan soal Alasan Tak Mau Lockdown...
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News