kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

BKF: Sejumlah Aspek Jadi Pertimbangan untuk Lakukan Reformasi Subsidi Energi


Selasa, 14 Februari 2023 / 22:12 WIB
BKF: Sejumlah Aspek Jadi Pertimbangan untuk Lakukan Reformasi Subsidi Energi
ILUSTRASI. Petugas melakukan pengisian bahan bakar minyak di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU), Jakarta, Selasa (31/1/2023). KONTAN/Fransiskus SImbolon


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemnekeu) mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan sejumlah aspek dan momentum terlebih dahulu dalam menjalankan reformasi subsidi energi.

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN) Wahyu Utomo berpendapat subsidi yang dijalankan sebelumnya menimbulkan berbagai macam permasalahan, seperti tidak tepat sasaran, kurang efektif mengurangi kemiskinan, dan menimbulkan ketidakadilan.

Dia menyampaikan berdasarkan ketiga permasalahan tersebut, maka pemerintah mengambil langkah bahwa reformasi subsidi harus dijalankan.

Wahyu menerangkan reformasi subsidi memiliki bentuk atau cara yang bermacam-macam, seperti penyesuaian harga BBM hingga pembatasan agar konsumsi menjadi tepat sasaran. Namun, dia mengatakan eksekusinya perlu dilakukan dengan hati-hati. 

Baca Juga: Alokasi Subsidi Energi Rp 339 Triliun dalam APBN Dinilai Mampu Tahan Gejolak di 2023

Oleh karena itu, pemerintah selalu mempertimbangkan berbagai aspek, meliputi ekonomi, sosial, fiskal, dan resistensi publik dalam melakukan reformasi subsidi.

"Sebab, hal itu merupakan public policy sehingga harus dihitung betul secara ekonomi, tekanan inflasi, peningkatan kemiskinan, dampaknya, hingga resistensi publik," ucap dia dalam acara Diskusi Publik: Urgensi Reformasi Subsidi Energi, Selasa (14/2).

Selain itu, reformasi subsidi juga harus memperhitungkan tren pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat Indonesia. 

"Kalau semua diperhitungkan, reformasi akan jalan. Jika belum sepenuhnya, ya, cari momentum yang tepat," ungkapnya.

Terkait momentum, Wahyu menyampaikan hal itu yang dilakukan pemerintah pada September 2022 ketika harus melakukan penyesuaian harga BBM karena melihat tren inflasi rendah.

Baca Juga: Ini Penyebab Utang Luar Negeri RI Menurun pada Akhir 2022

Dia mengklaim pemerintah telah menghitung sepenuhnya dampak inflasi pada saat itu sehingga ketika reformasi subsidi dijalankan, maka diikuti dengan pemberian bantalan sosial untuk BBM, seperti Bantuan Subsidi Upah (BSU) hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT).

"Jadi, reformasi jalan, tetapi daya beli masyarakat juga harus dijaga dan cari momentum yang tepat," kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×