Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pembentukan wilayah suaka pajak untuk menampung perusahaan-perusahaan cangkang milik orang Indonesia sempat direncanakan pemerintah. Namun, pemerintah tampaknya masih menimbang-nimbang rencana tersebut.
Pemerintah mengakui, pembentukan wilayah tersebut akan menemui kesulitan. Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara anggota G20, yang notabene menolak keras penghindaran pajak dan menginginkan transparansi data.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengakui, pembuatan kawasan tersebut akan menimbulkan pertanyaan dari negara-negara anggota G20 lainnya. "Apakah akan melanggar atau membahayakan tax practice atau tidak," kata Goro, Rabu (24/8).
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus Muhammad Haniv mengatakan, belum banyak konglomerat Indonesia yang ikut serta dalam program tax amnesty. Menurut Haniv, konglomerat itu masih enggan ikut, lantaran belum puas dengan fasilitas yang disediakan pemerintah, terutama jika harus merepatriasi harta.
Mereka menginginkan kesediaan ikut tax amnesty dan merepatriasikan hartanya melalui pembentukan wilayah suaka pajak. Sebab, "Mereka menginginkan harta masuk, tanpa tercantum siapa pemilknya," kata Haniv.
Berdasarkan catatan Kemkeu, hingga 20 Agustus lalu realisasi tax amnesty dari WNI di Singapura lebih banyak yang hanya melakukan deklarasi harta. Sementara harta yang berhasil direpatriasi hanya 18,45% saja dari total Rp 5,88 triliun.
Adapun rencana ini pernah dilontarkan Bambang Brodjonegoro saat menjabat sebagai Menteri Keuangan. Meski demikian, Goro mengaku, belum ada arahan terkait hal ini dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News