kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis TV berbayar harus punya modal minimal


Rabu, 18 September 2013 / 08:51 WIB
Bisnis TV berbayar harus punya modal minimal
ILUSTRASI. SKYWALK BAKSIL - Sejumlah warga berjalan di Skywalk Babakan Siliwangi (Baksil) yang masih dalah proses pengerjaan di kawasan hutan kota Babakan Siliwangi, Kota Bandung, Minggu (12/2/2017). TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Kalangan pelaku usaha yang ingin bermain di pasar televisi (TV) berbayar atau pay TV harus bersiap mengantongi modal yang cukup besar. Pemerintah akan memperketat pemberian izin bagi pemain baru pay TV dengan syarat kepemilikan modal usaha. Ini untuk menata ulang industri pay TV demi menciptakan persaingan usaha yang sehat serta perlindungan konsumen.

Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Agnes Widiyanti, bilang, batasan modal minimal ini untuk melengkapi persyaratan pengajuan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) untuk TV berbayar yang sudah berlaku. Itu demi mendorong pelaku usaha serius berbisnis. Mengingat, selama ini banyak pengusaha yang berhenti di tengah jalan setelah mendapat IPP dan pelanggan.

Hal itu jelas merugikan konsumen. Tak hanya itu, untuk TV berbayar berbasis kabel, terkadang juga merugikan pemerintah karena tidak membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi, atau kepada PT PLN yang mangkir dari kewajiban pembayaran listrik.

Nah, untuk menghindari hal itu, pemerintah berencana menetapkan besaran modal minimum untuk pay TV berbasis satelit Rp 60 miliar dan berbasis kabel Rp 500 juta per perusahaan. Tingginya besaran modal pay TV satelit karena memang butuh belanja modal yang cukup besar. "Biaya penyewaan transponder mencapai Rp 15 miliar per tahun," tandas Agnes, Selasa (17/9).

Sebagai info, transponder adalah suatu perangkat pada satelit buatan yang diluncurkan di luar angkasa sebagai penerima sinyal yang dikirimkan dari stasiun bumi. Sinyal tersebut berfrekuensi 5,92- 6,42 GigaHertz (GHz) untuk mendukung penyiaran TV berbayar.

Kebanyakan pemain

Komisioner Komite Penyiaran Indonesia (KPI), Azimah Subagijo, mengatakan, KPI bersama dengan Kemkominfo rutin berkoordinasi untuk menata ulang peraturan di industri pay TV. Nantinya, peraturan itu bisa berbentuk revisi aturan yang sudah ada atau berada di peraturan KPI dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). "Ini tergantung isi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang dibahas di Komisi I DPR dan ditargetkan selesai tahun ini," tandas Azimah.  

Azimah menambahkan, dalam peraturan nantinya masih akan ada kelonggaran untuk pelaku usaha. Modal minimal itu tidak hanya berbentuk dana cash, tapi juga bisa berupa garansi atau jaminan perbankan.

Operation Director PT Indonusa Telemedia (Telkomvision), Agung DM Sahidi, berpendapat, pengetatan bisnis TV berbayar harus diikuti penghitungan skala bisnis yang ideal di lapangan. Hal ini untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan melindungi pemain pasar. Menurutnya, saat ini terlalu banyak pelaku bisnis TV berbayar.

Memang, selama ini pemerintah sangat longgar mengatur bisnis TV berbayar. Sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 28 Tahun 2008 tentang tata cara dan persyaratan perizinan penyelenggaraan penyiaran, syarat bisnis TV berbayar hanyalah mengajukan IPP. Untuk pengajuan IPP, setiap perusahaan hanya mengeluarkan biaya Rp 50 juta sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Kemkominfo mencatat, saat ini jumlah pay TV berbasis satelit mencapai 21 perusahaan, pay TV berbasis kabel 236 perusahaan, pay TV terestrial 2 perusahaan, dan Internet Protokol (IP) TV 1 perusahaan. Total konsumen pay TV di Indonesia sebanyak 2,8 juta pelanggan atau penetrasi sebesar 7,7% dari total penduduk. Tahun 2014, pasar TV berbayar diperkirakan meningkat yang mencapai 3,4 juta pelanggan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×