Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sebuah ungkapan "sudah jatuh tertimpa tangga'" terasa pas untuk menggambarkan situasi yang dialami Irman Gusman saat ini, setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu (17/9).
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, Irman diduga menerima uang sebesar Rp 100 juta yang diberikan oleh Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto terkait pemberian rekomendasi kepada Bulog.
Tujuannya, agar Bulog memberikan jatah impor gula kepada CV Semesta Berjaya di Sumatera Barat. Rapat pleno Badan Kehormatan (DPD) yang dipimpin Ketua AM Fatwa akhirnya secara resmi memberhentikan Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD.
Tidak hanya diberhentikan sebagai ketua DPD, sejumlah pihak juga mulai mempersoalkan tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana yang pernah diterima Irman berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2010.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono memberikan tanda kehormatan itu langsung kepada Irman pada 13 Agustus 2010. Bintang Mahaputera Adipradana merupakan penghargaan yang diberikan atas jasa-jasa di berbagai bidang yang bermanfaat untuk kemakmuran, kemajuan, dan kesejahteraan negara.
Usul pencabutan tanda kehormatan Irman diungkapkan oleh anggota Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz. Donal mengatakan Pemerintah harus mencabut gelar kehormatan Irman berdasarkan beberapa pertimbangan.
Pertama, menurut Donal, publik melihat Irman dengan tanda jasa dari negara sebagai sesuatu yang ironi. Di satu sisi, negara telah menganggap Irman berjasa, namun ternyata melakukan tindak pidana, apalagi korupsi.
Kedua, hal tersebut akan menjadi preseden buruk ketika tanda jasa serupa nantinya diberikan kepada warga negara lain.
Pertimbangan ketiga, persepsi tanda jasa itu sendiri sangat mungkin menjadi negatif di hadapan publik. Seharusnya, tanda jasa semacam itu merupakan sesuatu yang sakral. Oleh sebab itu, mesti dijaga betul siapa yang menerima tanda jasa itu.
"Intinya pemerintah harus melihat ini secara lebih luas. Meski, ini (tindak pidana) sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan tanda jasa, tapi ini soal image tanda jasa itu sendiri," ujar Donal, Senin (19/9).
Menunggu hasil persidangan
Bukan tidak mungkin bagi Pemerintah untuk mencabut tanda kehormatam Irman Gusman yang telah disandangnya selama 16 tahun.
Sekretaris Militer Presiden Marsekal Muda Hadi Tjahjanto mengatakan tanda jasa atau gelar kehormatan dari negara kepada seseorang dapat dicabut jika tidak lagi sesuai dengan syarat umum dan khusus yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Hadi menjelaskan, berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, Presiden berhak mencabut tanda jasa atau tanda kehormatan yang telah diberikan apabila penerima tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
Sementara itu berdasarkan pasal 25 huruf F seseorang dikatakan layak menerima tanda kehormatan apabila tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau tidak pernah melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.
Pencabutan tanda jasa dan atau tanda kehormatan tersebut dapat diusulkan diajukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan disertai alasan dan bukti pencabutan.
"Berdasarkan UU No. 20 tahun 2009, pasal 35 bahwa apabila pemegang tanda kehormatam tidak lagi sesuai syarat umum dan khusus, maka tanda kehormatan tersebut akan dicabut setelah mendapatkan masukan dari Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan," ujar Hadi saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/9/2016).
Namun, dia menilai pencabutan tanda kehormatan terhadap Irman Gusman tidak serta merta bisa dilakukan begitu saja.
Menurutnya, pencabutan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana yang disandang oleh Irman hanya bisa dilakukan setelah ada keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Irman bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Usul pencabutan tanda kehormatan harus menunggu hasil persidangan," kata Hadi.
Saat acara syukuran penganugerahan sekaligus buka puasa bersama di lobi gedung DPD RI, Jumat (13/10), Irman sempat mengutarakan harapannya bahwa tanda jasa yang dia terima bisa menjadi cambuk dan spirit untuk membangun daerah melalui DPD.
Lalu pertanyaannya sekarang, apakah yang dialami Irman saat ini juga bisa menjadi cambuk dan spirit bagi anggota DPD lain untuk menjauhi praktik korupsi? (Kristian Erdianto)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News