Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memposisikan diri selalu hadir di pasar. Namun, mengetahui persepsi pasar adalah hal yang sulit dan tidak bisa diprediksi BI.
Setelah pemilihan presiden (pilpres) berlangsung pada 9 Juli lalu, berdasarkan kurs tengah BI rupiah menguat menuju level Rp 11.549 per dolar Amerika pada Kamis (10/7). Kemudian melemah menuju 11.627 pada Jumat (11/7).
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan persepsi pasar adalah sesuatu hal yang paling susah diprediksi. Level rupiah sekarang ini hingga pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Juli mendatang pun sulit diprediksi.
Menurut Perry, yang paling penting bagi BI adalah pergerakan rupiah yang cukup stabil dan sesuai fundamentalnya. Rupiah saat ini masih sesuai fundamentalnya. "Kalau masih sejalan dengan fundamental dan sesuai mekanisme pasar, kita biarkan bergerak," ujar Perry akhir pekan lalu.
Kalau sudah melenceng dari fundamental maka BI akan masuk untuk intervensi. Intervensi ini sempat BI lakukan pada akhir Juni lalu di mana rupiah sempat menembus level 12.000.
Dirinya menjelaskan pergerakan rupiah dipengaruhi berbagai faktor. Ada faktor defisit transaksi berjalan dan kondisi global. Memang, akhir-akhir ini rupiah dipengaruhi oleh kondisi sosial politik yaitu pilpres.
Pergerakan rupiah akibat pilpres ini akan terus dipantau oleh BI. Mengenai rupiah yang menguat sedangkan BI masih membutuhkan pelemahan untuk mengerem impor, Perry menegaskan kalau rupiah akan bergerak sesuai fundamentalnya.
Berapa fundamental rupiahnya sendiri, dirinya enggan memberi tahu. Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara sempat mengatakan BI nyaman dengan level USD/IDR 11.400-11.800.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News