kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.739   21,00   0,13%
  • IDX 7.468   -11,36   -0,15%
  • KOMPAS100 1.154   0,16   0,01%
  • LQ45 915   1,77   0,19%
  • ISSI 226   -0,94   -0,41%
  • IDX30 472   1,65   0,35%
  • IDXHIDIV20 569   1,75   0,31%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,25   0,16%

BI: Pengukuhan level Indonesia di BBB oleh R&I karena kebijakan tepat sasaran


Jumat, 26 April 2019 / 17:23 WIB
BI: Pengukuhan level Indonesia di BBB oleh R&I karena kebijakan tepat sasaran


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mengukuhkan peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia di level BBB/outlook stabil (Investment Grade) pada 26 April 2019.  R&I sebelumnya meningkatkan peringkat Indonesia dari BBB-/Outlook Positif menjadi BBB/Outlook Stabil pada 7 Maret 2018.

Terkait hal ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam keterangan tertulis mengatakan, hasil penilaian lembaga pemeringkat R&I ini menunjukkan bahwa langkah-langkah kebijakan yang ditempuh secara konsisten dan ter-sinergi oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan berbagai pemangku kebijakan yang lain sudah tepat sehingga meningkatkan kepercayaan investor terhadap ketahanan dan prospek perekonomian Indonesia ke depan," ujarnya, Jumat (26/4).

Pengukuhan (afirmasi) rating tersebut didukung oleh beberapa faktor utama. Pertama, ekonomi Indonesia tumbuh secara solid. Kedua, rasio defisit fiskal terhadap PDB menurun dibanding tahun sebelumnya dan rasio utang Pemerintah terhadap PDB tetap rendah. Ketiga, resiliensi ekonomi terhadap gejolak eksternal dapat dijaga dengan dukungan kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia yang mengutamakan stabilitas makroekonomi.

Lebih lanjut, meskipun defisit neraca transaksi berjalan di 2018 melebar, cadangan devisa dinilai memadai untuk menutup utang luar negeri jangka pendek. Pelebaran defisit neraca transaksi berjalan tersebut tidak hanya disebabkan oleh peningkatan harga minyak mentah namun juga oleh peningkatan impor barang modal sebagai akibat semakin kuatnya aktivitas investasi yang akan berkontribusi kepada penguatan fundamental ekonomi.

Defisit fiskal pemerintah pusat menyempit menjadi 1,76% dari PDB di 2018, yang didukung oleh peningkatan penerimaan non-pajak secara signifikan akibat kenaikan harga minyak mentah, serta pertumbuhan penerimaan pajak yang relatif tinggi sejalan dengan kuatnya permintaan domestik dan semakin efisiennya proses pengumpulan pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×