kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BI: Kenaikan bunga The Fed bukan faktor utama kenaikan BI rate


Jumat, 20 April 2018 / 17:43 WIB
BI: Kenaikan bunga The Fed bukan faktor utama kenaikan BI rate
ILUSTRASI. Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo


Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia kemarin, Kamis (19/4), kembali menahan suku bunga acuan di level 4,25%. Bunga 7-Day Reverse Repo Rate ini sudah bertahan selama delapan bulan. 

Sedangkan bank sentral AS menjalankan tren pengetatan moneter. Fed Fund Rate (FFR) naik tiga kali tahun 2017, dan Maret lalu The Fed kembali menaikkan bunganya menjadi 1,5%-1,75%. Tahun ini, The Fed diperkirakan pasar setidaknya akan menaikkan bunga tiga kali.

Tren kenaikan bunga The Fed ini memacu dana kembali ke AS atau dollar AS. Akibatnya, terjadi arus dana keluar (capital outflow) di berbagai negara termasuk Indonesia, yang menyebabkan pelemahan rupiah. Secara teori, bank sentral negara lain bisa menaikkan bunganya untuk menahan dana asing. 

Tapi, meski dengan tren pengetatan moneter AS, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, Indonesia tidak perlu ikut-ikut menaikkan suku bunga.

Dody meyakinkan, kondisi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini dapat menutup keraguan investor untuk menanamkan modalnya.

Dengan kata lain, berkurangnya arus dana asing yang masuk ke Indonesia (inflow) akibat langkah The Fed, tak selalu diantisipasi dengan menaikkan bunga acuan.

Dia menjelaskan, ada banyak faktor yang memicu asing membawa uangnya ke suatu negara. Salah satunya selisih atau spread bunga. Ketika global dalam tren menaikkan bunga, tentunya spread dengan bunga Indonesia lebih kecil, sehingga akan mengurangi keuntungan investor asing.

Faktor lainnya adalah perbedaan angka pertumbuhan ekonomi. Dody yakin, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5% masih menjadi daya tarik bagi asing. 

"Nah, kalau kita melihat prediksi angka pertumbuhan kita dengan negara lain terus positif, itu bisa menutup keraguan investor karena masalah spread bunga yang mengecil itu," lanjutnya.

Dengan pemahaman tersebut, BI mengambil langkah tak ikut-ikutan menaikkan suku bunga Indonesia guna mengantisipasi kemungkinan capital outflow. Apalagi, perkembangan inflasi, salah satu tujuan moneter BI, terjaga di level 3,5% sesuai target.

"Itu memang tidak harus diantisipasi dengan menaikan suku bunga, untuk apa kita naikan suku bunga kalau toh inflasi kita tidak menjadi ancaman yang serius, meskipun spread-nya dari negara seperti AS semakin menyempit. Itu bukan faktor utama untuk kita bisa menaikan pertumbuhannya," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×