kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BI kaji opsi batas maksimal 70% utang valas


Minggu, 21 September 2014 / 14:50 WIB
BI kaji opsi batas maksimal 70% utang valas
ILUSTRASI. Pertamina Estimasikan Kebutuhan Dana Tingkatkan Keandalan Kilang Capai US$ 1,99 Miliar Hingga 2026. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Peningkatan risiko kehati-hatian utang berbasis valuta asing (valas) bila dibanding aset dalam bentuk valas menjadi perhatian Bank Indonesia (BI) saat ini. Salah satu opsi rasio alias persentase yang dikaji BI dalam penentuan kehati-hatian tersebut adalah maksimal 70% utang dalam bentuk valas.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan saat ini kajian BI adalah maksimum utang valas adalah 70% dari aset valas yang dipunyai korporasi. Apabila lebih dari batas itu maka harus ditindaklanjuti dengan hedging atawa lindung nilai.

"Salah satu indikator bisa seperti itu. Sisanya harus hedging," ujar Mirza pekan lalu. Alasan BI mengatur utang dalam bentuk valas, diakui Mirza, adalah untuk keamanan korporasi sendiri.

Saat ini, utang luar negeri swasta terus naik. Posisi terakhir pada bulan Juli sebesar US$ 156,41 miliar atau naik 2,08% dibanding bulan Juni yang sebesar US$ 153,22 miliar. ULN secara keseluruhan pun mencapai US$ 290,57 miliar.

Risiko utang swasta ini apabila terjadi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika The Fed lalu terjadi gejolak pada negara berkembang termasuk Indonesia menjadi bahaya. Korporasi bisa sulit mendapatkan pendapatan dalam bentuk valas atau bisa saja perbankan luar negeri tidak mau memberikan roll over alias perpanjangan pembayaran utang.

Karena itu aturan ini dibuat untuk menjaga keamanan korporasi dan stabilitas makro secara keseluruhan. Selain mengatur soal rasio utang valas, menurut Mirza, BI juga akan mengatur bahwa makin dekat utang korporasi jatuh tempo maka hedging utangnya harus semakin besar porsinya.

Mengenai jangka waktu serta besaran porsi hedgingnya masih enggan disebut Mirza. Pokoknya, hedging perlu dilakukan bagi korporasi yang pendapatannya dalam bentuk rupiah. Apabila nanti asetnya dalam bentuk rupiah dan berutang dalam bentuk valas maka utang tersebut harus dihedging apabila melebihi batas maksimal 70%.

"Kalau dicover aset valas, jatuh temponya bisa dibayar dengan aset valas. Kalau tidak dicover dengan aset valas harus melakukan lindung nilai," tandasnya.

Sekedar informasi saja, BI sebelumnya belum pernah mengatur utang luar negeri swasta. Yang dilakukan korporasi terhadap utangnya hanyalah berbasis laporan saja kepada BI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×