kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI Dinilai Perlu Menaikkan Suku Bunga Acuan 50 bps, Ini Alasannya


Selasa, 18 Oktober 2022 / 18:26 WIB
BI Dinilai Perlu Menaikkan Suku Bunga Acuan 50 bps, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Kantor Pusat Bank Indonesia. REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana


Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) masih akan meningkatkan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2022. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan, kenaikan suku bunga acuan pada bulan ini sebesar 50 basis poin (bps). 

David mengatakan, kenaikan suku bunga ini seiring dengan adanya dampak lanjutan (second round impact) dari peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September 2022. Faktor ini masih menyundut inflasi umum maupun inflasi inti. 

“Inflasi umum dan inflasi inti akan naik. Dengan demikian, BI akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps untuk menjangkar inflasi,” terang David kepada Kontan.co.id, Selasa (18/10). 

Selain karena faktor dalam negeri, urgensi kenaikan suku bunga acuan pada bulan ini juga seiring dengan faktor eksternal. Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang masih akan hawkish. Menurut perkiraan pasar, The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps lagi. 

Baca Juga: Suku Bunga Global Diperkirakan Bisa Naik Lebih Tinggi dari Proyeksi Sebelumnya

“Nah, dengan kenaikan suku bunga oleh BI akan menjaga daya tarik aset rupiah. Kita perlu menjaga gap (jarak) suku bunga dolar AS dengan aset rupiah. Ini agar daya tarik aset rupiah tidak terganggu,” tambah David. 

Ke depan, David memperkirakan BI masih akan terus menaikkan suku bunga acuan. Menurut perhitungannya, di November 2022 dan Desember 2022, kenaikan suku bunga acuan bisa sekitar 50 bps hingga 75 bps. 

Ini seiring dengan risiko makin tingginya inflasi, karena peningkatan permintaan jelang akhir tahun. Juga, depresiasi nilai tukar rupiah yang bisa meningkatkan inflasi impor (imported inflation). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×