Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Impor migas di September 2013 tercatat mencapai US$ 3,669 miliar. Nilai tersebut turun tipis 0,06% jika dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 3,672 miliar.
Tapi kondisi ini juga menunjukkan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) relatif tidak terlalu berdampak pada konsumsi energi masyarakat. Sehingga, diperlukan evaluasi kebijakan terkait dengan minyak dan gas.
Menanggapi hal itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, tingginya impor migas akan mengganggu pada perbaikan transaksi berjalan. Ia memproyeksikan bahwa transaksi berjalan akan berada pada kisaran 3,5%-4%.
Padahal, dengan diimplementasi kenaikan harga BBM, otoritas perbankan memproyeksikan defisit transaksi berjalan dapat turun ke level 3,3%-3,5%. "Current account (transaksi berjalan) tinggi, karena impor minyak dan gas. Imbasnya masih melaju dan impor BBM premium tinggi di tengah ekspor migas yang tak bagus karena lifting dan sebagainya. Problem transaksi berjalan pada impor migas. Kalau non migas sudah melambat seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi," kata Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (8/11).
Menurut Perry, pelebaran defisit ini harus segera diantisipasi. Sebab, transaksi modal dan finansial yang selama ini sebagai penambal dalam neraca pembayaran Indonesia, akan mengalami pelemahan. Pertimbangannya, pertumbuhan ekonomi negara maju lebih cepat daripada negara berkembang.
Kondisi ini akan berimplikasi pada kebijakan suku bunga pada negara-negara tersebut. Kemudian, kebijakan pengetatan stimulus atau tapering yang dilakukan The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan dimulai pada tahun 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News