Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melihat porsi utang luar negeri swasta akan terus meningkat tajam. Maka dari itu, otoritas moneter ini kembali mengimbau perusahaan swasta untuk berhati-hati dalam berutang.
Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan BI pada hari ini (8/4) mengungkapkan, BI akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta meningkatkan koordinasi dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan serta pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta.
"Akhir-akhir ini pertumbuhan (utang) swasta sangat cepat," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam konferensi persnya di Jakarta, Selasa (8/4).
BI mencatat, ULN swasta pada akhir tahun 2013 sebesar US$ 140,51 miliar. Kemudian pada Januari 2014 naik menjadi US$ 14,35 miliar. Porsi utang swasta ini mengalahkan utang pemerintah yang pada posisi akhir Januari 2014 sebesar US$ 118,88 miliar.
Menurut Tirta, kalau utang swasta ini dibiarkan melaju terlalu cepat, maka perlu ada sumber-sumber pembiayaan untuk melunasi utang. Sumber tersebut yang dalam bentuk valuta asing (valas) tentu harus dibayar pula dalam bentuk valas.
Pendapatan valas baru bisa didapat kalau melakukan aktivitas ekspor. "Sedangkan ekspor kita belum kuat," tandas Tirta. Ketakutannya bisa terjadi gagal utang apalagi terhadap utang swasta yang tidak dilindung nilai alias hedging.
Meskipun BI mengakui mewaspadai utang swasta, namun pihak BI sendiri belum memikirkan instrumen apa yang bisa dibuat untuk mengantisipasi utang swasta yang terus tumbuh ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News