Reporter: Yudho Winarto, Asep Munazat Zatnika, Adinda Ade Mustami, Syarifah Nur Aida, Risky Widia Puspitasari | Editor: Yudho Winarto
Terhitung sejak 5 April pekan lalu, kesempatan partai politik (parpol) untuk menarik simpati publik melalui kampanye terbuka telah berakhir. Kini tinggal menyisakan masa tenang sebelum hari penentuan 9 April esok.
Selama 21 hari pelaksanaan kampanye terbuka, 12 partai politik berlomba-lomba dengan berbagai cara menarik perhatian massa. Mulai dari menjual figur dan tokoh, sampai mengandalkan janji janji manis melalui program ekonomi yang ditawarkan.
Seluruh partai mengklaim telah mempersiapkan program yang diyakini menjadi jawaban untuk memecahkan permasalahan ekonomi bangsa selama ini.
Sebut saja, Partai Golongan Karya (Golkar) yang telah menyusun cetak biru visi kesejahteraan 2045. Anggota tim ekonomi Golkar, Airlangga Hartarto menyebutkan, konsep ekonomi Golkar mengacu pada pembangunan mengutamakan pertumbuhan, pemerataan, dan nasionalisme.
Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu komponen penting untuk pembangunan perekonomian. "Terutama transportasi," katanya, Minggu (6/4).
Di samping itu, program pengalihan bahan bakar minyak (BBM) ke energi alternatif serta ketahanan pangan jadi program unggulan partai pohon beringin ini.
Lain halnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menjanjikan program yang untuk menjadikan Indonesia Hebat. "Melalui peningkatan daya saing," kata tim ekonomi PDIP, Arif Budimanta.
Intinya, PDIP menjanjikan konsep Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang disusun nanti benar-benar pro rakyat dan tak terbebani utang luar negeri. Jika PDIP memegang pemerintahan, kata dia, maka hal yang utama menjadi garis tegasnya adalah agar APBN surplus. "Ini akan menjamin kedaulatan sehingga rakyat makmur," katanya.
Partai Demokrat lain lagi. Ada tiga program unggulan di hajatan politik tahun yang ditawarkan. Pertama, optimalisasi sumber daya alam yang bermanfaat untuk kemakmuran rakyat. Kedua, ekonomi perdagangan yakni menjalin hubungan baik dengan luar negeri dengan prinsip saling menguntungkan. Ketiga, memberikan kemudahan terhadap investor asing. "Mengoptimalkan sumber daya yang berkeadilan. Ini ekonomi Pancasila," kata tim ekonomi Demokrat, Achsanul Qosasi.
Sementara Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) percaya diri dengan enam program aksinya. Diantaranya, pertama, membangun ekonomi yang kuat, berdaulat, adil dan makmur. Kedua, melaksanakan ekonomi kerakyatan. Ketiga membangun kedaulatan pangan. "Orientasi pada pembangunan desa da ketenagakerjaan," kata Ketua Dewan Pakar Gerindra, Burhanuddin Abdullah.
Partai Amanat Nasional (PAN) juga tidak mau ketinggalan. Partai Matahari ini memiliki tiga program jagoan yakni pembangunan infrastruktur yang dibiayai melalui APBN dan skema investasi dengan instrumen pasar uang. Meningkatan keterkaitan sektor pertanian dengan industri, dan reformasi agraria. "Untuk jangka panjang reformasi pendidikan," kata tim ekonomi PAN, Drajad Wibowo.
Selanjutnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjual platform ekonomi egaliter. "PKS ingin memberikan kesempatan yang sama mengakses sumber daya," kata Ketua Dewan Pengurus Pusat PKS Bidang Ekonomi, Mohamad Sohibul Iman.
Fokusnya pada mengentaskan kemiskinan, mengatasi masalah pengangguran, dan keberlanjutan industrialisasi melalui penciptaan sumber pertumbuhan baru.
Meski di atas kertas program partai politik ini bagus, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai tidak ada yang kongrit. Ia melihat dari sekian banyak program ekonomi yang dijabarkan partai saat kampanye, "Semua, masih cenderung normatif," katanya.
Enny melihat semua program tidak tampak program yang mampu mengatasi pekerjaan rumah yang harusnya di kerjakan pemerintahan mendatang. Misalnya, menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki ketahanan pangan, ketahanan energi, mengurangi ketimpangan ekonomi, lalu kebijakan yang pro usaha kecil, mengatasi lambatnya pembangunan infrastruktur, dan perbandingan investasi riil dan porto folio yang masih timpang.
Enny melihat, hal ini berkaitan dengan komitmen partai itu sendiri. Program yang subtantif dan konkrit ukurannya jelas, sehingga mudah diminta pertanggungjawabannya kelak mereka berkuasa. "Kalau normatif mereka mudah ngeles," jelasnya.
Nah, kini tinggal rakyat yang menentukan nantinya. Harapannya, partai mana pun yang menang tidak lupa akan janjinya kelak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News