Reporter: Dyah Megasari |
JAKARTA. Tim Pengawas Skandal Bank Century menerima sebuah dokumen dari Bank Indonesia yang berisi surat kuasa Gubernur BI saat itu, Boediono kepada tiga pejabat BI lainnya pada November 2008. Dokumen dengan nomor surat Dewan Gubernur No.10/68/Sr.Ka/GBI itu berisi surat kuasa terkait Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century.
Tiga orang yang diberi kuasa Boediono adalah Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter Eddy Sulaeman Yusuf, Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Sugeng, dan Kepala Biro Operasi Moneter Dody Budi Waluyo.
Mereka diberi kuasa untuk bertindak baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Bank Indonesia menandatangani akta gadai dan FPJP PT Bank Century. Surat itu tertulis tanggal 14 November 2008. Anggota Timwas Century dari Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, membenarkan bahwa dokumen itu diterima Timwas pada Rabu (10/4) ini.
Timwas, kata Hendrawan, sudah pernah meminta surat ini. Namun, surat tersebut baru diberikan pada Rabu ini. Dari surat itu, Hendrawan menilai perlu ada pendalaman terkait motif dari pemberian kuasa yang dilakukan Boediono.
"Di dalam UU Bank Indonesia itu, segala keputusan yang dibuat harus bersifat collective collegial, bersama-sama. Nah, surat kuasa ini apakah berimplikasi hukum atau sebagai upaya bersih-bersih Boediono," ujar Hendrawan.
Hendrawan menuturkan, Timwas seharusnya memanggil Boediono untuk mengklarifikasi surat ini. Namun, momentum menjelang Pemilu, diakui Hendrawan akan rentan menimbulkan kegaduhan. "Jadi, saya tidak tahu bagaimana nantinya. Tapi, ini penting karena kami ingin memfasilitasi KPK agar tidak ragu lagi memanggil pihak terkait," tuturnya.
Awal Mula FPJP Century
Kasus Bank Century bermula dari pengajuan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada BI sebesar Rp 1 triliun. Pengajuan repo aset itu dilakukan untuk meningkatkan likuiditas Bank Century. Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati.
Surat permohonan repo aset itu kemudian ditindaklanjuti BI untuk diproses lebih lanjut oleh Zainal Abidin dari Direktorat Pengawasan Bank. Zainal lalu berkirim surat ke Boediono pada 30 Oktober 2008. Surat itu berisi kesimpulan yang dibuat Zainal atas permohonan Bank Century. Namun, BI merespons pemberian fasilitas itu dengan menggulirkan wacana pemberian FPJP. Padahal, Zainal mengatakan Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas itu.
Ketidaklayakan Bank Century menerima FPJP disebabkan capital adequacy ratio (CAR) bank tersebut di bawah 8 persen, batas minimun yang ditetapkan BI. Boediono diduga memberikan arahan agar menggunakan berbagai cara supaya Bank Century mendapat FPJP. Pada 14 November 2008, BI kemudian mengeluarkan aturan baru untuk persyaratan FPJP dari CAR minimal 8 persen menjadi CAR positif. Aturan ini ditenggarai untuk mengarah ke Bank Century.
Setelah dilakukan perubahan itu, pada tanggal yang sama, Boediono mengeluarkan surat kuasa. Surat kuasa ini kemudian yang diterima oleh Timwas Century saat ini. Atas dasar kuasa itu, pihak BI dan Bank Century menghadap notaris Buntario Tigris. Berdasarkan audit investigasi BPK, proses ini diduga sarat rekayasa seolah-olah permohonan yang diajukan Bank Century adalah FPJP. Pada malam harinya, dana FPJP untuk Bank Century pun cair sebesar Rp 502,72 miliar untuk tahap pertama dan tahap berikutnya Rp 689 miliar. (Sabrina Asril/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News