Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menyusul putusan hakim terkait pidana nihil yang didapat terdakwa Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi di PT Asabri, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah ambil sikap dengan mengajukan banding.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebutkan ada tiga alasan yang akhirnya menyebabkan Kejagung bakal mengajukan banding melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pertama, Ketut bilang putusan tersebut mencederai rasa keadilan karena Komisaris PT Hanson International Tbk tersebut telah melakukan pengulangan tindak pidana karena sebelumnya terlibat dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya.
Baca Juga: Alasan Hakim Jatuhkan Vonis Nihil untuk Benny Tjokro di Kasus Korupsi Asabri
“Seharusnya setelah diputus dengan hukuman seumur hidup dimana ada penambahan hukuman dengan hukuman mati, sesuai dengan Doktrin Hukum Pidana,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (14/11).
Kedua, Majelis hakim dinilai keliru dalam menerapkan hukum karena Benny terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa yakni Primair Pasal 2 dengan ancaman minimal 4 tahun penjara, sehingga penerapan hukuman nihil bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi.
Ketiga, Ketut juga menyoroti ada kemungkinan Benny melakukan upaya hukum hukum luar biasa dan mengajukan hak-haknya untuk mendapatkan seperti grasi, remisi, amnesti dalam kasus Jiwasraya. Meskipun, proses Hukum atas nama Benny dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Apabila dikabulkan, maka akan membahayakan bagi penegakan hukum, dan seharusnya ada persyaratan khusus dalam putusan a quo,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ketut melihat beberapa elemen akademi dan praktisi sependapat bahwa putusan tersebut harus diuji di tingkat pengadilan di atasnya yakni banding.
Baca Juga: Vonis Bentjok & Heru: Bayar Uang Pengganti Rp 34,7 T
Ia bilang ada kesalahan yang sangat fatal dalam penerapan pasal 67 KUHP, disamping bertentangan dengan asas hukum yaitu lex specialis derogat lex specialis yang berlaku dalam undang-undang tindak pidana korupsi pada perkara a quo, juga tidak secara tegas pasal tersebut diterapkan bagi tindak pidana yang dilakukan secara akumulasi dalam perkara terpisah.
Ditambah, penerapan Pasal 67 KUHP jika sebagaimana dalam putusan a quo dinilai akan menyulitkan bagi Jaksa dalam mengeksekusi harta benda Terdakwa dalam perkara PT Asabri.
“Padahal Benny Tjokrosaputro juga dijatuhi tindak pidana pencucian uang (TPPU) sementara harta yang telah disita dengan akumulasi kerugian Rp 40 triliun masih jauh dari kata penyelamatan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News