Reporter: Agus Triyono | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pembangunan di 276 kabupaten/kota yang tersebar di seluruh Indonesia terancam. Pasalnya, di daerah-daerah tersebut, hanya menghambur-hamburkan uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk belanja birokrasi saja. Salah satunya di Kudus, Jawa Tengah..
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) terhadap pemanfaatan APBD 2013, prosentase belanja pegawai di daerah tersebut rata-ratanya mencapai kisaran 50%-75%.
Jika dihitung, jumlah prosentase belanja birokrasi tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan jumlah anggaran yang mereka keluarkan untuk belanja pembangunan fasilitas publik yang besarannya hanya mencapai 2% saja.
Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif KPPOD mengatakan, permasalahan yang terjadi pada 276 kabupaten/ kota tersebut sebagai masalah serius. Apalagi, bila melihat beberapa daerah tersebut masuk ke dalam 381 kabupaten/kota yang rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari APBD mereka kurang dari 10%.
Oleh karena itulah, Robert berharap agar pemerintah dan DPR bisa segera mengatasi permasalahan tersebut. Khusus untuk kabupaten/kota yang berasal dari hasil pemekaran, dia berharap agar kabupaten/ kota tersebut dikembalikan lagi ke induk daerah mereka.
Robert khawatir, kalau upaya tersebut tidak segera dilakukan, keuangan negara yang selama ini digelontorkan kepada mereka akan terbuang percuma.
"Jika memakai istilah perusahaan, daerah- daerah tersebut sudah terancam bangkrut, dan ini tidak boleh dibiarkan berlarut- larut, negara bisa terbebani," kata Robert kepada wartawan Jumat (4/4) lalu.
Pemborosan dana APBD untuk belanja pegawai di daerah sebetulnya bukan hanya ditemukan oleh KPPOD saja. Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga menemukan 122 dari sekitar 511 kabupaten dan kota di Indonesia mengalokasikan 60% APBD mereka hanya untuk belanja pegawai.
Kabupaten kota tersebut antara lain; Bantul sebesar 71, 94%, Ngawi sebesar 72, 97%, Ambon sebesar 73, 39%, Kuningan 73, 99% dan Langsa sebesar 76,69%.
Bukan hanya soal besaran prosentase belanja pegawai, Setiawan Wangsa Atmaja, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi beberapa waktu lalu juga mengatakan bahwa kementeriannya juga menemukan permasalahan birokrasi di sejumlah kabupaten dan kota.
Permasalahan tersebut, salah satunya menyangkut jumlah PNS di sejumlah kabupaten dan kota, khususnya guru. Dari temuan Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi untuk level pendidikan tingkat taman kanak- kanak setidaknya ada 389 kabupaten kota di 33 provinsi yang mengalami kelebihan guru.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan jumlah guru untuk level pendidikan SD dan SMP yang di sejumlah kabupaten kota justru mengalami kekurangan.
Azwar Abubakar, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengatakan, banyak masalah yang memicu besarnya belanja pegawai di daerah sampai saat ini. Masalah pertama dan paling utama, adalah pola perekrutan PNS di daerah yang selama ini diajukan tidak berdasarkan kebutuhan.
Permasalahan lain, adalah soal manajemen pemerintahan di daerah. Azwar mengatakan bahwa berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh kementeriannya terhadap seluruh provinsi dan kabupaten kota di Indonesia, hanya delapan provinsi dan empat kabupaten kota saja yang mendapatkan predikat baik dalam soal manajemen pemerintahan. Selebihnya, masih belum memuaskan.
Azwar mengatakan, pemerintah akan memperbaiki semua permasalahan tersebut. Namun, kemungkinan besar perbaikan tidak akan bisa dilaksanakan secara cepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News